REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Asosiasi Ilmuan Praktisi Hukum Indonesia (Alpha) Azmi Syahputra menilai, permintaan maaf Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri menunjukkan kasus sumbangan 2T bukan perkara penipuan. Dia merasa, perkara ini hanya karena Kapolda tertipu dirinya sendiri.
Azmi memandang, prank sumbangan Rp 2 triliun terjadi karena Kapolda terpukau dengan tawaran yang tidak jelas dan tidak terukur. Sehingga, menurutnya, bukanlah perkara penipuan.
"Sikap meminta maaf Kapolda Sumatera Selatan ini adalah sebagai hukuman dalam perkara kontroversi atas sumbangan Rp 2 triliun tersebut sekaligus wujud tanggung jawab moral dan jabatan yang melekat pada dirinya," kata Azmi dalam keterangan pers, Jumat (6/8).
Azmi menilai, permohonan maaf yang disampaikan Kapolda karena sadar dan merasa ada yang salah, tidak teliti atas keterangan, informasi dan dokumen yang lengkap dan ketidaksesuaian fakta dan data dari si penyumbang. Ini menunjukkan, Kapolda abai atas asas proporsionalitas yang semestinya sebagai pimpinan kepolisian mengutamakan keseimbangan antara kewajiban dan hak.
"Termasuk, dia telah melanggar asas profesionalitas yang semestinya dalam tugasnya mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan perundang undangan, akibatnya ia sampai terkecoh atas keterangan penyumbang yang semestinya tidak dapat dipercaya," ujar Azmi.
Azmi menyarankan, Kapolda Sumsel ke depannya lebih cermat dan prediktifnya dalam melihat keadaan. Dia berharap, kasus ini harus menjadi perhatian buat semua pimpinan.
"Sebagai wujud pertanggungjawaban sekaligus juga menjadi titik terang bahwa uang Rp 2 triliun yang mau disumbangkan itu tiba pada waktunya tidak ada wujud nyatanya, termasuk dari permintaan maaf ini mengirimkan sinyal bahwa kisah prank sumbangan tingkat nasional ini telah selesai tuntas," sebut Azmi.
Sebelumnya, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies ( ISESS) Bambang Rukminto menyarankan, supaya Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri dicopot dari jabatannya. Eko terlibat dalam memunculkan kehebohan prank (penipuan) bantuan Rp 2 triliun dari Keluarga Akidi Tio.