Jumat 06 Aug 2021 18:10 WIB

Setelah Delta, Kenali Varian Delta Plus

Varian baru Covid-19, delta plus, telah terdeteksi di sejumlah negara.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Nora Azizah
Varian baru Covid-19, delta plus, telah terdeteksi di sejumlah negara.
Foto: www.freepik.com
Varian baru Covid-19, delta plus, telah terdeteksi di sejumlah negara.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Varian baru Covid-19, delta plus, telah terdeteksi di sejumlah negara. Para ilmuwan mengaku butuh lebih banyak informasi untuk mengukur bahaya dari varian tersebut.

Virus memerlukan inang untuk bereproduksi. Dengan persentase signifikan populasi dunia yang belum mendapat vaksinasi Covid-19, virus corona memiliki banyak ruang untuk menginfeksi manusia.

Baca Juga

Proses mutasi juga akan terjadi dan virus pada akhirnya membentuk varian baru. Delta plus merupakan varian virus corona terbaru yang kini diawasi, mutasi dari varian delta yang sekarang dominan.

Varian delta sangat menular dan diduga menyebabkan kasus Covid-19 yang lebih parah. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) memprediksi, sekitar 93 persen kasus Covid-19 di AS disebabkan delta.

Bagaimana dengan delta plus? Pada Juni 2021, pejabat kesehatan di India menyebut delta plus perlu menjadi perhatian karena dianggap lebih baik dalam mengikat sel paru-paru.

Sematan "plus" mengacu pada mutasi protein lonjakan K417N varian yang lebih baru. Protein lonjakan adalah sesuatu yang memungkinkan Covid-19 dan virus lain masuk ke sel tubuh.

Mutasi serupa juga ditemukan pada varian beta, membuat perawatan tertentu terhadap pasien Covid-19 menjadi kurang efektif. Lalu, akankah delta plus menjadi lebih buruk dari varian delta yang mencemaskan?

Untuk menjadi dominan, sebuah varian perlu menginfeksi banyak orang dan terbukti lebih menular. Sejauh ini, delta plus belum melakukan itu, tetapi diperlukan lebih banyak penelitian.

Selain di India, delta plus telah terdeteksi di AS, Rusia, Inggris, Portugal, Cina, dan Korea Selatan. Ahli virologi India, Gagandeep Kang, mengatakan ilmuwan perlu meninjau beberapa ratus pasien yang terjangkit varian tersebut.

"Mencari tahu apakah mereka berisiko lebih besar terkena penyakit yang lebih besar daripada varian pendahulunya," ungkap perempuan yang merupakan profesor di Departemen Ilmu Pencernaan Christian Medical College itu.

Analis kebijakan kesehatan masyarakat Inggris, Colin Angus, mengatakan belum ada bukti bahwa delta plus mampu mendominasi dibandingkan varian delta asli. "Tidak ada tanda yang jelas," kata dia.

Dengan semua pernyataan itu, bagaimana sebaiknya kita menyikapi varian delta plus? Pakar penyakit menular nasional AS Anthony Fauci berpendapat kewaspadaan tetap perlu dimiliki semua orang.

Selama virus corona masih ada dan sebagian besar populasi dunia belum mendapat vaksinasi, virus akan terus bermutasi. Penasihat medis Gedung Putih itu mengatakan berbagai varian bisa jadi akan terus bermunculan.

Dalam sebuah wawancara, Fauci mengaku AS beruntung karena vaksin yang diberikan kepada warga bekerja sangat baik terhadap sejumlah varian. Terutama, dalam mencegah kasus penyakit parah akibat Covid-19.

Dia berspekulasi, bisa jadi akan ada varian lain di masa depan yang menggeser posisi varian delta awal dan sama menularnya. Jika terjadi, bakal menyebabkan penyakit yang lebih parah dan mengalahkan vaksin.

Menurut dia, memastikan mayoritas populasi global mendapat vaksinasi Covid-19 merupakan upaya efektif untuk mengalahkan pandemi. Kondisi itu juga menjadi cara agar varian baru tidak terus-menerus bermunculan.

Akan tetapi, sampai itu terwujud, virus corona selalu memiliki peluang besar bermutasi. "Orang-orang yang tidak mau divaksinasi secara keliru mengira itu hanya tentang mereka, padahal tidak. Ini tentang orang lain juga," ujar Fauci, dikutip dari laman CNET, Jumat (6/8).

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement