Sabtu 07 Aug 2021 06:24 WIB

Pakar Hukum Kritisi KPK Bantah Temuan Ombudsman

Bivitri mengatakan yang diberikan Ombudsman adalah tindakan korektif.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Ratna Puspita
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkritisi sikap KPK yang membantah hasil temuan Ombudsman mengenai praktik maladministrasi penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK. Menurutnya, bantahan pimpinan KPK tak ada hubungannya dengan temuan Ombudsman. (Foto: Bivitri Susanti)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkritisi sikap KPK yang membantah hasil temuan Ombudsman mengenai praktik maladministrasi penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK. Menurutnya, bantahan pimpinan KPK tak ada hubungannya dengan temuan Ombudsman. (Foto: Bivitri Susanti)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengkritisi sikap KPK yang membantah hasil temuan Ombudsman mengenai praktik maladministrasi penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan (TWK) alih status pegawai KPK. Menurutnya, bantahan pimpinan KPK tak ada hubungannya dengan temuan Ombudsman.

KPK menuding Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan yang tengah ditangani pengadilan. Tuduhan itu disampaikan menyusul keberatan KPK terhadap laporan akhir hasil pemeriksaan berkenaan dengan TWK.

Baca Juga

Terkait tudingan itu, Bivitri menjelaskan tugas Ombudsman menilai tindakan maladministrasi dari lembaga/ kementerian sesuai UU Ombudsman. Karena itu, menurutnya, tugas Ombudsman tak bertentangan dengan pengadilan.

"Tidak ada hubungannya dengan MA (Mahkamah Agung). Yang dinilai MA kan norma sebuah peraturan (dalam hal ini perkom) apakah sudah sesuai dengan norma peraturan di atasnya atau tidak," kata Bivitri kepada Republika, Jumat (6/8).

Bivitri menyampaikan penelusuran yang dilakukan Ombudsman berbeda dengan MA. Karena itu, hasil penelusuran keduanya akan berbeda.

"Apapun hasil MA nanti, tidak ada pengaruhnya pada rekomendasi Ombudsman karena objek pemeriksaan dan wewenangnya memang beda," ujar Bivitri.

Di sisi lain, Bivitri mengimbau publik agar menyadari bahwa Ombudsman tak bisa memberi sanksi secara langsung kepada KPK. Hal ini menyangkut status Ombudsman yang bukan lembaga peradilan. 

"Yang Ombudsman berikan sekarang adalah tindakan korektif. Kalau lembaga sasaran tidak setuju biasanya akan ada mediasi. Kalau sudah selesai dan tidak ada kesepakatan, selain dilaporkan ke Presiden dan DPR, rekomendasi juga akan dibuat publik," ucap Bivitri.

Diketahui, Ombudsman menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN. 

KPK menyatakan keberatan terkait tindakan korektif yang dikeluarkan Ombudsman terkait TWK. KPK membantah ada kecacatan administrasi dalam pelaksanaan TWK.

KPK lantas menuding bahwa Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan menindaklanjuti laporan yang tengah ditangani pengadilan. Lembaga antirasuah itu juga meminta Ombudsman tindak ikut campur dalam urusan internal KPK. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement