Sabtu 07 Aug 2021 20:25 WIB

Kelola Dampak Perubahan Iklim bagi Pengembangan Hortikultura

Implementasi manajemen iklim turut mendukung dalam suksesnya budidaya pertanian.

Terjadinya dampak perubahan iklim (global warming) di Indonesia tidak menyurutkan langkah Kementerian Pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian
Foto: istimewa
Terjadinya dampak perubahan iklim (global warming) di Indonesia tidak menyurutkan langkah Kementerian Pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA--Terjadinya dampak perubahan iklim (global warming) di Indonesia tidak menyurutkan langkah Kementerian Pertanian untuk mendorong pertumbuhan sektor pertanian.  Kurang lebih terdapat 267 juta penduduk Indonesia yang membutuhkan pangan setiap harinya, termasuk sayur dan buah.  Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo menginstruksikan jajarannya untuk terus memberikan pendampingan kepada para petani dan petugas lapang. Kendati masih dalam nuasa PPKM, informasi iklim dalam penerapan budidaya hortikultura perlu terus dijalankan. 

Menindaklanjuti arahan tersebut, Direktorat Jenderal Hortikultura melakukan bimbingan teknis bertemakan Penerapan Informasi Iklim untuk Mendorong Budidaya Hortikultura secara daring melalui aplikasi Zoom Meeting dan YouTube. 

Dalam sambutannya, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto mengatakan bahwa implementasi manajemen iklim turut mendukung dalam suksesnya budidaya pertanian. Informasi iklim merupakan hal yang sangat penting dalam rangkarangka peningkatan produksi dan nilai tambah produk hortikultura. 

“Perlunya kombinasi sains, teknologi dan ilmu leluhur untuk mencegah distorsi dalam produksi pangan sehingga produksi pangan tidak terhambat. Prediksi terhadap iklim makro maupun mikro serta penentuan jadwal tanam yang tepat untuk menentukan langkah adaptasi dan mitigasi yang lebih dini dalam penanganan dampak perubahan iklim menjadi hal yang konkret terhadap upaya real menjaga produksi di kampung hortikultura,” terangnya.

Selanjutnya Direktur Perlindungan Hortikultura, Inti Pertiwi menyampaikan bahwa dibutuhkan langkah-langkah konkret dalam menangani dampak perubahan iklim di Indonesia. “Kita membutuhkan strategi dalam menyikapi perubahan iklim dengan cara antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Dalam hal ini pemanfaatan informasi iklim sebagai langkah adaptasi dengan menerapkan perencanaan budidaya tanaman dan penentuan jadwal tanam. Kita juga perlu waspada terhadap iklim ekstrem yang menyebabkan kebanjiran dan kekeringan. Selain itu perlu memperhatikan penggunaan teknologi tepat guna dalam meningkatkan produksi dan produktivitas hortikultura misalnya varietas tahan cekaman kering/basah, irigasi dan naungan,” paparnya.

 

Teknologi Naungan dan Irigasi di Dataran Medium

Adaptasi lingkungan yang ideal di dataran medium membutuhkan teknologi untuk memanipulasi iklim mikro (suhu, kelembaban, radiasi dan air tanah) sehingga menyediakan lingkungan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman hortikultura.

Guru Besar Klimatologi Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran,  mengatakan  bahwa untuk melakukan adaptasi perubahan iklim dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti mengurangi suhu dan radiasi matahari serta meningkatkan kelembaban dan kadar air tanah dengan menggunakan teknologi naungan, irigasi mikro (fog/ mist irrigation) dan mulsa. 

“Selain itu pertanian membutuhkan teknologi Smart Farming untuk membantu kegiatan budidaya dan mengurangi biaya produksi. Penerapan menggunakan teknologi otomasi digital (Iot) dan kecerdasan buatan (AI) misalnya sensor fisik dan iklim mikro untuk mengukur kondisi fisik dan lingkungan tanaman,” tuturnya. 

 

Implementasi Pemanfaatan Informasi Iklim

Informasi iklim sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan budidaya hortikultura. Keragaman pola curah hujan di Indonesia menjelaskan pentingnya mengetahui informasi iklim. Beberapa pola curah hujan yang dikenal antara lain yaitu bimodal, local, monsunal dan multipattern. 

“Pola curah hujan monsunal artinya memiliki satu kali periode basah dan satu kali periode kering, dengan perbedaan jumlah hujan yang jelas antara periode basah dengan periode kering. Misalnya di Kabupaten Brebes terjadinya bulan terbasah umumnya pada November/Januari dan bulan terkering umumnya pada Agustus/September, juga memiliki curah hujan tahunan berkisar antara 2.049-3.445 mm/tahun,” terang peneliti Ahli Madya Balai Penelitian Ahroklimat dan Hidrologi, Aris Pramudia.

Melihat pola curah hujan yang berbeda-beda pada tiap daerah, lanjutnya, maka dilakukan penyesuaian potensi dan pola tanam pada daerah masing-masing. Dirinya bercerita bahwa petani di Kabupaten Brebes mayoritas melakukan awal penanaman pada bulan April - Mei dan Oktober - November. Selain pengaruh iklim, penanaman bawang merah di Kab. Brebes juga dipengaruhi oleh kepemilikan lahan, misalnya untuk lahan sewa maka penanaman dilakukan pada bulan Februari - Mei.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement