Ahad 08 Aug 2021 07:47 WIB

Muhammadiyah, Buku, dan Literasi di Hindia Belanda

Buku membantu mengubah cara kaum Muslim Hindia Belanda belajar mengenai agamanya.

Red: Ani Nursalikah
Muhammadiyah, Buku, dan Literasi di Hindia Belanda. Bibliotheek Moehammadijah Taman Poestaka atau Perpustakaan Taman Pustaka Muhammadiyah di masa Hindia Belanda..
Foto: Dok Pusdalitbang SM
Muhammadiyah, Buku, dan Literasi di Hindia Belanda. Bibliotheek Moehammadijah Taman Poestaka atau Perpustakaan Taman Pustaka Muhammadiyah di masa Hindia Belanda..

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Muhammad Yuanda Zara, Staf pengajar Ilmu Sejarah Universitas Negeri Yogyakarta

Bahwa juru bicara resmi Muhammadiyah, Suara Muhammadiyah, adalah majalah Islam tertua di Indonesia yang masih terbit hingga kini adalah sesuatu yang sudah umum diketahui. Sejak zaman kolonial Hindia Belanda, majalah ini telah menyediakan berbagai informasi mengenai pertumbuhan persyarikatan, perkembangan Islam di Nusantara hingga komentar mengenai soal-soal sosial-politik di Indonesia dan dunia.

Baca Juga

Di zaman kolonial, ketika bahan bacaan masih sangat terbatas dan hanya beberapa persen saja masyarakat pribumi yang bisa membaca di Hindia Belanda, Suara Muhammadiyah adalah sumber pengetahuan penting bagi masyarakat Muslim khususnya di Jawa pada dekade 1920-an dan 1930-an. Pembangunan literasi bagi kalangan bumiputera salah satunya ditopang oleh kehadiran Suara Muhammadiyah.

Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa Muhammadiyah hanya menyediakan Suara Muhammadiyah saja sebagai sumber informasi dan inspirasi bagi warga Muhammadiyah. Ada kerja literasi lain yang juga dilakukan persyarikatan di era kebangkitan nasional sekitar seabad yang lalu. Dan kerja literasi itu adalah dengan menyediakan sumber pengetahuan yang lebih dalam dengan tema beragam dalam bentuk buku.

Lembar-lembar majalah tentu sangat terbatas untuk membahas banyak persoalan yang dihadapi kaum Muslimin di Hindia Belanda, karena satu majalah harus dibagi isinya ke dalam belasan kolom. Alhasil, satu topik hanya bisa dibahas dalam satu atau beberapa halaman saja.

Padahal, adakalanya pembaca membutuhkan penerangan yang lebih banyak dan diskusi yang lebih intens mengenai suatu aspek atau tema, baik yang berhubungan dengan ibadah maupun yang berkaitan dengan problem-problem sosial di tengah masyarakat. Dewasa ini, buku adalah benda yang sudah lazim di Indonesia, dan bisa dikatakan ada di hampir di semua rumah orang yang bisa membaca aksara Latin.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement