REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Komite Olimpiade Rusia alias (ROC) menyebut sangat terkejut dengan kesuksesan para atlet di Olimpiade Tokyo 2020. Pasalnya, itu tak terlepas dari kemelut dan kecurigaan yang menyelimuti para atlet dengan skandal doping.
"Gelaran (Olimpiade) ini sukses untuk tim kami. Perkiraan kami sepenuhnya dikonfirmasi dan dalam beberapa disiplin ilmu kami tak mengharapkan hasil seperti ini," demikian pernyataan Presiden ROC, Stanislav Pozdnyakov dilansir Reuters, Ahad (8/8).
Dalam gelaran kali ini Rusia tidak diperbolehkan menggunakan nama, bendera, atau lagu kebangsaan mereka. Itu disebabkan oleh sanksi Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS) setelah dituduh menjalankan program doping yang didukung negara tersebut.
Pada 2020, CAS memberikan sanksi kepada Rusia karena beberapa pelanggaran doping. Hal itu menyebabkan Rusia harus mengubah segala atribut mereka.
Namun hal itu tidak menurunkan performa ROC sama sekali. Atlet-atlet Negeri Beruang Merah tampil dengan form terbaik dan sukses mengantongi 69 medali, termasuk 20 emas, menjelang akhir kejuaraan.
Keberhasilan itu termasuk pesenam pria Rusia yang memenangkan emas di nomor beregu untuk pertama kalinya sejak 1996, dua emas Evgeny Rylov di gaya punggung 100m dan 200m, dan gelar Olimpiade lompat tinggi Maria Lasitskene di Olimpiade pertamanya.
Kemenangan Rusia di Tokyo, bagaimanapun, membuat geram beberapa pesaing. Perenang Amerika Serikat (AS) Ryan Murphy menyatakan asumsinya pada final gaya punggung 200m dengan menyebut perlombaan itu tidak berjalan bersih setelah dia kalah dari Rylov melakukan kecurangan.
ROC pun memberikan komentar mereka terhadap pandang Murphy. Mereka menyebut tudingan tersebut tidak beralaskan bukti kuat.
"Ya, kami di sini Olimpiade. Benar sekali. Suka atau tidak suka. Anda harus bisa menerima kekalahan, tapi ini tidak diberikan kepada semua orang," sambung pernyataan ROC.
Meski jumlah medali yang didapat mengesankan, ROC tetap berada di bawah bayang-bayang kasus doping para atlet.