REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Umair Fahmidin, Lc., Dipl, Ketua Umum PCIM Mesir 2020-2022, Mahasiswa S2 Tafsir, Universitas Al-Azhar, Kairo.
Gemuruh tepuk tangan itu memecahkan keheningan aula Universitas Punjab Lahore, Pakistan, menutup orasi ilmiah Buya Hamka yang mengusung tema “Pengaruh Muhammad Iqbal dalam Membawa Identitas Muslim pada Jinnah”, yang disampaikannya pada tahun 1958.
Seorang perwira militer berperawakan sedang menghampirinya, ia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat atas orasi ilmiah yang telah memukau hadirin. Ia adalah Anwar Sadat, saat itu menjabat sebagai Sekretaris Umum Muktamar Islami mewakili Mesir. Di Lahore, ia mendapat persetujuan dari utusan Al-Azhar dan Muktamar Islami untuk mengundang Buya Hamka ke Mesir menjadi pembicara dalam muhadharah di gedung as-Syubban al-Muslimun. [Kenang-Kenangan 70 Tahun Buya Hamka (1983)]
"Ahlan wa sahlan. Marhaban bikum," sebuah sambutan hangat dilontarkan silih berganti kepada Buya Hamka setibanya di gedung as-Syubban al-Muslimun. Usai menyampaikan makalahnya, di tempat yang sama Buya Hamka mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa.
Enam puluh tiga tahun kemudian kalimat yang sama saya ucapkan kembali pada Hafidz Adhi Karana, yang baru mendarat di Mesir beberapa hari lalu. Ia adalah mahasiwa Indonesia yang tengah studi di Islamic International University Islamabad (IIUI) sekaligus menjabat sebagi Sekertaris PCIM Pakistan periode 2021-2022.
Berawal kabar dari Ketua PCIM Pakistan yang menginformasikan, akan ada seorang pengurus PCIM Pakistan ke Kairo, dalam rangka rihlah ilmiah sekaligus silaturrahim ke PCIM Mesir. Alhamdulillah. Sabtu (31/7), pengurus PCIM Mesir menyambutnya di Markaz Dakwah Muhammadiyah Mesir
Seakan kawan lama tak berjumpa, obrolan berlangsung seru. Hafiz memberikan kesan setiba di Mesir, "Saya kira biaya hidup di Mesir itu murah seperti halnya di Pakistan, ternyata di Pakistan masih lebih murah, hehe..." candanya. Itulah yang menjadikan pertimbangan beberapa mahasiswa Indonesia belajar ke Pakistan. Tanpa menegasikan ilmu, lokasi dan budaya yang menjadi faktor utama untuk studi ke Pakistan.
"Bagaimana sistem perkaderan yang dilakukan PCIM Mesir?" Menjadi salah satu pertanyaan yang terlontar dalam percakapan sore itu. Saya berikan gambaran terkait sistem perkaderan yang telah berlaku di PCIM Mesir sesuai tingkatnya. Dimulai dari tingkat I, II, III, IV, pasca sarjana dan doktoral. Sembari ditambahkan penjelasan-penjelasan dari para pengurus yang lain.
Sejak diresmikan pada tahun 2002, PCIM Mesir telah berupaya mengenalkan Muhammadiyah pada masyarakat Mesir melalui ortomnya: PCIA, Tapak Suci, dan Lazismu Mesir. Juga lembaga-lembaga terhormat, khususnya Al-Azhar. Hal itu sejalan dengan semangat internasionalisasi Muhammadiyah di abad kedua pasca Muktamar Muhammadiyah 2010 di Yogyakarta.
Secangkir teh hangat, sepiring anggur yang sangat manis di musim panas, menemani perbincangan siang itu. Hadiah plakat dan pakol (topi khas penduduk Asia Selatan) yang terbuat dari wol yang diberikan, saya pandangi karena bentuknya yang unik. Topi itu adalah lambang persahabatan, bukan simbol anarkisme seperti yang sering dicitrakan banyak orang selama ini. Hadiah itu terasa sampai ke hati, karena diberikan dengan ketulusan oleh si pemberi.
Ada rasa bangga saat bertemu para diaspora Muhammadiyah dari berbagai negara. Dalam satu kesempatan, Prof. Dr. Abdul Mu'ti berujar, “Jadilah diaspora Muhammadiyah. Para Muhajirin yang memperkuat dakwah Islam dan memperluas amar ma’ruf Muhammadiyah di kancah Internasional.”
Dua puluh delapan PCIM telah tersebar di berbagai negara. Semangat internasionalisasi itu bukan hal baru sebenarnya. Kader Muhammadiyah telah memulainya sejak puluhan tahun lalu. Kunjungan dari PCIM Pakistan mengingatkan saya pada seorang kader terbaik Muhammadiyah yang pernah mengenyam pendidikan di Mesir serta menjadi Duta Besar Indonesia di Pakistan, yaitu Prof. Dr. H. M. Rasjidi. Ia telah membawa dakwah Muhammadiyah ke panggung internasional, termasuk ke pusat orientalis dunia McGill University, Canada, tempatnya mengajar.
Hari ini, kita pun masih bisa menyaksikan kader terbaik Muhammadiyah yang berkiprah di luar negeri. Seorang alumni Islamic International University Islamabad (IIUI), sebagaimana kawan-kawan PCIM Pakistan. Ia adalah KH. Imam Shamsi Ali, Lc., MA. Ph.D, Direktur Nusantara Foundation yang kini berkiprah di negeri Paman Sam.
Seperti halnya Buya Hamka yang melakukan pengembaraan intelektual dari Pakistan ke Mesir; Prof. Dr. H. M. Rasjidi yang melakukan pengembaraan intelektual dari Mesir hingga Canada; KH. Imam Shamsi Ali, Lc., M.A. Ph.D melakukan pengembaraan intelektual dari Pakistan hingga Amerika. Di abad kedua ini sebuah harapan besar internasionalisasi Muhammadiyah diazamkan. Wahai, kader muda dispora Muhammadiyah, harapan itu ada di pundak kalian!