Senin 09 Aug 2021 14:31 WIB

Pakar: Putusan MA tak Pengaruhi Rekomendasi Ombudsman ke KPK

KPK terlalu emosional dalam menanggapi tindakan korektif dari Ombudsman.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Agus Yulianto
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menegaskan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak sepatutnya menolak tindakan korektif yang dilontarkan Ombudsman. KPK menuding Ombudsman telah melanggar hukum dengan memeriksa perkara yang tengah ditangani Mahkamah Agung (MA).

"Sesuai Undang-Undang, Ombudsman menilai tindakan maladministrasi dari lembaga atau kementerian, tidak ada hubungannya dengan MA," kata Bivitri Susanti di Jakarta, Senin (9/8).

Dia menjelaskan, MA menilai norma sebuah peraturan, dalam hal ini peraturan komisi (perkom) KPK nomor 1 tahun 2020 yang menjadi landasan hukum TWK. Lanjutnya, penilaian MA berdasarkan pada apakah perkom tersebut sudah sesuai dengan norma peraturan di atasnya atau tidak.

"Apapun hasil MA nanti, tidak ada pengaruhnya pada rekomendasi Ombudsman karena objek pemeriksaan dan wewenangnya memang beda," katanya.

Bivitri menilai, KPK terlalu emosional dalam menanggapi tindakan korektif dari Ombudsman. Dia meneruskan, emosional tersebut kemudian membuat KPK tidak jernih memahami hukum di Indonesia dan relasi kelembagaan hingga akhirnya menolak tindakan korektif tersebut.

Seperti diketahui, Ombudsman menemukan adanya kecacatan administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.

Baca juga : Febri Diansyah: Semakin Banyak Hal Menyedihkan di KPK

Hasil pemeriskaan terkait asasemen TWK berfokus pada tiga isu utama. Pertama, berkaitan dengan rangkaian proses pembentukan kebijakan peralihan pegawai KPK menjadi ASN.

Pemeriksaan kedua, berkaitan dengan proses pelaksanaan dari peralihan pegawai KPK menjadi ASN. Pemeriksaan ketiga adalah pada tahap penetapan hasil asasemen TWK. Ombudsman lantas mengeluarkan tindakan korektif untuk KPK.

Alih-alih melaksanakan tindakan korektif itu, KPK justru menuding Ombudsman telah melakukan pelanggaran hukum dengan memeriksa laporan 75 pegawai terhadap KPK. Lembaga antirasuah itu mengaku keberatan dengan hasil pemeriksaan Ombudsman yang menemukan kecacatan dalam seluruh proses TWK. "Tudingan KPK ini jelas tidak beralasan," kata Bivitri lagi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement