REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan simulasi tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Sebab, terdapat potensi tahapan yang saling bersinggungan dapat berisiko menimbulkan kerumitan.
"Penentuan jadwal dan tahapan ini perlu disimulasikan juga, tidak sebatas legal formal semata," ujar Peneliti Kode Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana kepada Republika.co.id, Senin (9/8).
Menurutnya, usulan KPU agar memulai tahapan Pemilu pada Januari 2022 dapat menghindari benturan dengan tahapan Pilkada. Namun, penyusunan tahapan dengan waktu yang panjang selama 25 bulan sebelum hari pemungutan suara yang direncanakan pada 21 Februari itu harus diperhitungkan secara matang.
Ihsan menuturkan, pada saat KPU melakukan penetapan jadwal dan tahapan Pemilu 2024, KPU juga harus sudah memiliki jadwal dan tahapan Pilkada 2024. Apabila simulasi tidak dilakukan dan tetap terjadi benturan, sama saja tidak ada maknanya waktu 25 bulan tersebut.
Ihsan menyarankan KPU melakukan pemetaan jadwal dan tahapan yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang (UU). Misalnya, ketentuan tahapan Pemilu harus dimulai paling lambat 20 bulan sebelum pemungutan dan penghitungan suara.
Kemudian, UU Pilkada menetapkan pemungutan suara untuk Pilkada 2024 dilaksanakan pada November 2024. Jika merujuk pada pelaksanaan Pilkada sebelumnya, tahapan Pilkada dimulai 12 bulan sebelum hari pencoblosan.
Artinya, ada potensi benturan waktu pada tahapan Pilkada 2024 dengan tahapan Pemilu 2024. Ihsan menghitung, benturan pelaksanaan tahapan kedua pemilihan terjadi dalam rentang November 2023-Februari 2024.
KPU perlu memetakan tahapan Pemilu dan Pilkada yang berlangsung dalam jangka waktu tersebut. Apabila terdapat tahapan krusial pada kedua pemilihan, maka salah satu harus ada yang dipercepat atau didahulukan dari tahapan yang lain.
Di sisi lain, Ihsan pesimistis Tim Kerja Bersama Pemilu dan Pilkada 2024 yang terdiri dari penyelenggara pemilu, pemerintah, dan DPR RI dapat membahas jadwal dan tahapan kedua pemilihan. Sebab, biasanya jadwal dan tahapan Pilkada baru dikeluarkan menjelang tahapan akan dimulai.
Di samping itu, KPU harus melakukan konsultasi terlebih dahulu mengenai jadwal dan tahapan pemilihan kepada pemerintah dan DPR. Menurut Ihsan, partai politik pasti berhitung dan dalam pembahasannya nanti di parlemen akan sangat politis.
"Partai politik pasti berhitung mana yang lebih menguntungkan. Karena ada wacana juga kan ambang batas pencalonan kepala daerah menggunakan hasil Pemilu 2024 nanti. Pasti sangat politis. Tapi saya yakin, KPU tetap bisa menjaga kemandiriannya untuk menentukan jadwal, tahapan dan program," tutur Ihsan.