REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan wakil presiden Indonesia Jusuf Kalla (JK) menilai perdamaian di Afghanistan harus dimulai dengan gencatan senjata dan solusi yang bersifat "win-win" melalui power sharing. Menurut JK, perlu ada peralihan dari konflik bersenjata menjadi pembicaraan politik.
"Power sharing itu katakanlah bikin kabinet, siapa presidennya, siapa perdana menterinya, siapa menterinya, itu kan menjadi suatu pemerintah nasional yang didukung kedua belah pihak," kata JK dalam wawancara khusus dengan Anadolu Agency di Jakarta, Senin.
JK sudah beberapa kali bertemu dengan pemerintah Afghanistan serta pihak Taliban membicarakan solusi perdamaian tersebut selama beberapa tahun terakhir. Berawal dari kunjungan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani ke Jakarta sekitar tahun 2017, JK kemudian mengundang delegasi pemerintah Afghanistan ke Indonesia, lalu pihak Taliban diundang pada tahun 2019.
JK juga sempat ke Kabul untuk bertemu Presiden Ghani dan pemerintahannya, lalu bertemu Taliban di Doha, Qatar. JK mengatakan sudah lima kali membahas solusi perdamaian di Afghanistan dengan Presiden Ghani, yakni dua kali di Indonesia dan tiga kali di Kabul.
"Mereka setuju, tapi yang sulit ini Taliban, apalagi dia sudah mencapai perjanjian dengan Amerika bahwa Amerika akan menarik diri," ungkap JK.
Menurut JK, Taliban berpikir kemenangan bagi pihak mereka sudah semakin dekat dengan penarikan pasukan Amerika Serikat sehingga membuat solusi perdamaian sulit dicapai. JK mengatakan perbedaan pandangan antara pemerintah Afghanistan dengan Taliban terhadap sistem pemerintahan hingga pendidikan juga membuat solusi belum tercapai.
"Jadi tujuannya sama untuk memajukan negeri tapi yang satu dengan cara konservatif, satu lagi secara moderat. Nah ini yang tidak bisa ketemu, kalau ini tidak bisa ketemu maka akhirnya kuat-kuatan," ucap JK.
JK mengungkapkan akhir dari konflik di Afghanistan meletus setelah pasukan AS pulang dari negara yang telah dilanda perang selama 20 tahun belakangan tersebut. Menurut dia, hal tersebut akan bergantung pada kekuatan pemerintah Afghanistan, dan tak menutup kemungkinan Taliban akan berkuasa apabila pemerintah tidak kuat.
Bentrokan antara pasukan Taliban dan Afghanistan telah meningkat seiring penarikan pasukan asing dari negara tersebut hingga 11 September. Taliban telah merebut sejumlah wilayah, seperti Taluqan, ibu kota provinsi Takhar utara, dan menyerbu ibu kota provinsi Sar-e-Pul, Takhar, serta Kunduz.
Perkiraan PBB menunjukkan bahwa lebih dari 1.000 orang tewas selama sebulan terakhir ketika Taliban berusaha merebut kota-kota besar yang dikuasai pemerintah.