REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen Hukum Keuangan Publik Universitas Indonesia Dian Puji Nugraha Simatupang mengatakan kasus hibah almarhum Akidi Tio senilai Rp2 triliun merupakan pelajaran bagi negara agar menggunakan mekanisme APBN terkait dengan penerimaan maupun pengeluaran keuangan negara. Ia menegaskan pemerintah tidak boleh menggunakan rekening inisiatif, kas, sistem, buku, atau apa pun yang bukan APBN sebab hal itu melanggar ketentuan.
"Penerimaan bersumber dari negara, warga masyarakat, badan hukum, negara lain, atau pihak mana pun yang akan diserahkan kepada pemerintah harus menggunakan mekanisme dan prosedur APBN," kata Dian Puji Nugraha Simatupang dalam webinar "Akidi Tio, Hoaks, dan Potensi Korupsi pada Pemberian dan Pengelolaan Hibah" secara virtual di Jakarta, Selasa (10/8).
Pimpinan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah, kata dia, harus menyadari keuangan negara mempunyai sistem penerimaan atau pengeluaran satu pintu, yakni melalui mekanisme APBN atau APBD. "Jika bantuan atau hibah untuk negara, perlu asesmen atau penilaian terkait dengan kepatutan dan ketaatan pada peraturan perundang-undangan," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan negara dilarang menerima sesuatu dari transaksi yang tidak halal. "Ingat, kausa halal itu harus tercapai dengan konsep yang patut, prosedural, dan cermat serta hati-hati," kata Dian.
Sebab itu, dalam proses keuangan tidak boleh tergesa-gesa karena menyangkut reputasi dan kinerja pemerintah. Apalagi, hal itu bukan menyangkut pribadi, melainkan pemerintah secara keseluruhan.
Pada kesempatan itu, dia mengatakan bahwa pemerintah boleh menerima hibah dari masyarakat sepanjang penerimaan dan pengeluaran harus menggunakan mekanisme APBN. Selanjutnya, kata Dian, dana yang masuk atau keluar dari atau ke rekening negara dan kas juga harus melalui prosedur yang taat aturan dan patut.