REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Dalam sambungan telepon pertamanya sebagai kepala negara, Presiden Iran Ebrahim Raisi menghubungi Presiden Prancis Emmanuel Macron. Ia meminta Macron untuk mengamankan 'hak' Iran dalam perundingan nuklir yang saat ini masih mengalami kebuntuan.
Selasa (10/8) kantor berita Iran, IRNA, melaporkan dalam sambungan teleponnya dengan Macron pekan lalu Raisi mengatakan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa harus mengimplementasikan komitmen mereka dalam perjanjian nuklir 2015. Perjanjian itu juga dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Prancis, AS, Jerman, Inggris, Rusia, dan CHina adalah negara-negara besar yang menandatangani JCPOA. Prancis berperan sebagai penengah. "Di setiap negosiasi, hak bangsa Iran harus diamankan dan dijamin," kata Raisi.
Ulama garis keras dan orang dekat Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei itu juga mengkritik langkah pemerintah mantan Presiden AS Donald Trump yang menarik Washington dari JCPOA. Trump lalu memberlakukan kembali sanksi-sanksi ekonomi ke Teheran.
Meski ketegangan di Timur Tengah semakin memanas dan Iran masih mengabaikan kesepakatan JCPOA secara bertahap, tapi pernyataan Raisi menandai kesediaan Iran untuk kembali ke meja perundingan. Selama beberapa bulan terakhir pihak-pihak yang terlibat dalam JCPOA menggelar perundingan di Wina, Austria. Perundingan tersebut bertujuan agar Iran mematuhi kembali kesepakatan-kesepakatan yang tercantum dalam JCPOA.
Namun belum ada pertemuan lagi sejak negosiasi terakhir pada Juni lalu. Pemerintah Prancis juga mengeluarkan pernyataan mengenai sambungan telepon tersebut. Prancis mengatakan Macron mendesak Iran kembali ke meja perundingan di Wina. "Untuk mendapatkan kesimpulan dan mengakhiri aktivitas nuklir yang melanggar perjanjian tanpa ditunda lagi," kata Macron.
Beberapa hari sebelum hari pelantikan Raisi, terjadi sejumlah kejadian yang meningkatkan ketegangan di kawasan. Seperti serangan drone berbahan peledak ke kapal yang dikelola Israel di pinggir pantai Oman. Serangan tersebut menewaskan dua orang awak kapal. Barat yakin Iran dalang serangan tersebut tapi Iran membantah keras terlibat dalam peristiwa tersebut.
"(Iran) sangat serius dalam memberikan keamanan dan menjaga Teluk Persia dan Laut Oman," kata Raisi pada Macron.
Iran memiliki pengaruh yang besar di Lebanon, negara bekas koloni Prancis. Teheran mengendalikan Lebanon melalui kelompok bersenjata paling berpengaruh di negara itu, Hizbullah. Raisi berterima kasih atas bantuan Prancis saat Lebanon mengalami krisis ekonomi terburuk dalam sejarah.