REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta agar Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta mengabaikan pledoi atau nota pembelaan Eks Menteri Sosial, Juliari Peter Batubara. Pada Senin (9/8), terdakwa perkara pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 itu memohon untuk mendapat vonis bebas dari majelis hakim.
"ICW mendesak agar majelis hakim mengabaikan pledoi yang disampaikan oleh Juliari serta tuntutan penuntut umum dan menjatuhkan vonis seumur hidup penjara kepada mantan Menteri Sosial tersebut," kata Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana kepada Republika, Selasa (10/8).
ICW menilai, vonis seumur hidup ini menjadi penting, selain karena praktik kejahatannya, juga berkaitan dengan pemberian efek jera. Vonis berat terhadap Juliari juga menjadi pembelajaran agar ke depan tidak ada lagi pejabat yang memanfaatkan situasi pandemi untuk meraup keuntungan.
Tak hanya terkait permintaan vonis bebas, ICW juga menyoroti dua hal menarik dalam pledoi Juliari. Pertama, terkait permohonan maaf yang disampaikan oleh Juliari kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri
"Bagi ICW, pihak yang tepat untuk dimintai maaf oleh Juliari adalah seluruh masyarakat Indonesia, bukan Presiden Joko Widodo atau Ketua Umum partai politik. Sebab, pihak yang paling terdampak atas praktik kejahatan Juliari adalah masyarakat," tegas Kurnia.
Kedua, lanjut Kurnia, pernyataan bahwa Juliari sangat menderita lantaran terjerat perkara ini tidak sebanding dengan penderitaan para korban korupsi bansos. Mulai dari mendapatkan kualitas bansos buruk, kuantitas bansos kurang, bahkan ada pula kalangan masyarakat yang sama sekali tidak mendapatkannya di tengah situasi pandemi Covid-19.
Dalam pledoinya, Juliari meyakini bahwa hanya majelis hakim yang dapat mengakhiri penderitaan lahir dan batin dari keluarganya yang sudah menderita. "Tidak hanya dipermalukan tapi juga dihujat untuk sesuatu yang mereka tidak mengerti. Badai kebencian dan hujatan akan berakhir tergantung dengan putusan dari majelis hakim," ujar Juliari menambahkan.
Dia pun mengaku, menyesal telah menyusahkan banyak pihak akibat perkara yang menjerat-nya tersebut. "Sebagai seorang anak yang lahir saya dibesarkan di tengah keluarga yang menjunjung tinggi integritas dan kehormatan dan tidak pernah sedikit pun saya memiliki niat atau terlintas saya untuk korupsi," kata Juliari.
Juliari dituntut 11 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan. Juliari dinilai terbukti menerima suap Rp 32,482 miliar dari 109 perusahaan penyedia bantuan sosial sembako COVID-19 di wilayah Jabodetabek.
Tuntutan tersebut berdasarkan dakwaan pertama yaitu pasal 12 huruf b jo pasal 18 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat 1 KUHP. JPU KPK juga meminta agar Juliari juga dijatuhi hukuman untuk membayar uang pengganti.
"Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp 14.557.450.000 selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap," ujar jaksa Ikhsan Fernandi.
JPU KPK juga meminta pencabutan hak politik Juliari dalam periode tertentu. "Menetapkan pidana tambahan terhadap terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 4 tahun sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," ungkap jaksa.
Dalam perkara ini, Juliari P Batubara selaku Menteri Sosial RI periode 2019-2024 dinyatakan terbukti menerima uang sebesar Rp 1,28 miliar dari Harry Van Sidabukke, sebesar Rp 1,95 miliar dari Ardian Iskandar Maddanatja serta uang sebesar Rp 29,252 miliar dari beberapa penyedia barang lain.
Tujuan pemberian suap itu adalah karena Juliari menunjuk PT Pertani (Persero) dan PT Mandala Hamonangan Sude yang diwakili Harry Van Sidabukke, PT Tigapilar Agro Utama yang diwakili Ardian Iskandar serta beberapa penyedia barang lainnya menjadi penyedia dalam pengadaan bansos sembako.
Uang suap itu, menurut jaksa, diterima dari Matheus Joko Santoso yang saat itu menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako periode April-Oktober 2020 dan Adi Wahyono selaku Kabiro Umum Kemensos sekaligus PPK pengadaan bansos sembako Covid-19 periode Oktober-Desember 2020.