REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Saudara perempuan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, Kim Yo-jong, mengecam latihan militer bersama Korea Selatan dan Amerika Serikat (AS) yang dijadwalkan mulai pekan ini.
Kim Yo-jong mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan oleh kantor berita negara Korea Utara KCNA bahwa latihan itu adalah "tindakan penghancuran diri yang harus dibayar mahal karena mengancam keselamatan rakyat dan semakin membahayakan situasi di Semenanjung Korea".
"Itu adalah ekspresi paling jelas dari kebijakan permusuhan AS terhadap (Korea Utara), yang dirancang untuk melumpuhkan negara kita dengan paksa," ujar dia.
Latihan tersebut telah menyebabkan meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea setelah hubungan yang tiba-tiba mencair setelah Seoul dan Pyongyang sepakat pada Juli lalu untuk menyambung kembali saluran telepon (hotline) yang telah terputus tahun lalu. Kim menuduh Korea Selatan "berperilaku jahat" karena melanjutkan latihan hanya beberapa minggu setelah setuju untuk membuka kembali hotline tersebut.
Reaksi Korea Utara yang bersenjata nuklir terhadap latihan itu juga mengancam membatalkan upaya Presiden Korea Selatan Moon Jae-in untuk membuka kembali kantor penghubung bersama yang diledakkan Pyongyang tahun lalu, dan untuk mengadakan pertemuan puncak sebagai bagian dari upaya untuk memulihkan hubungan. Kim mengatakan tindakan militer AS menunjukkan bahwa pembicaraan Washington tentang diplomasi adalah kedok munafik untuk agresi di semenanjung, dan perdamaian hanya akan mungkin terjadi jika AS membongkar kekuatan militernya di Selatan. Korea Utara akan meningkatkan "pencegah kapasitas absolutnya", termasuk untuk "serangan pendahuluan yang kuat", untuk melawan ancaman militer AS yang terus meningkat, kata dia.
Juru bicara Departemen Pertahanan AS Martin Meiners menolak mengomentari pernyataan Korea Utara dan mengatakan itu bertentangan dengan kebijakan untuk mengomentari pelatihan. "Kegiatan pelatihan gabungan adalah keputusan bilateral ROK-AS, dan keputusan apa pun akan menjadi kesepakatan bersama," ujar dia, menggunakan inisial nama resmi Korea Selatan.
Seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Korea Selatan menolak mengomentari latihan pendahuluan selama pengarahan pada Selasa, dan mengatakan kedua negara masih membahas waktu, skala, dan metode latihan rutin tahunan tersebut. Kementerian Unifikasi Korea Selatan, yang menangani hubungan dengan Korea Utara, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka tidak akan berspekulasi tentang niat Korea Utara tetapi akan mempersiapkan segala kemungkinan.
AS menempatkan sekitar 28.500 tentara di Korea Selatan sebagai warisan Perang Korea 1950-1953, yang berakhir dengan gencatan senjata daripada kesepakatan damai, meninggalkan semenanjung dalam keadaan perang teknis. Latihan telah diperkecil dalam beberapa tahun terakhir untuk memfasilitasi pembicaraan yang bertujuan untuk mengakhiri program nuklir dan rudal Pyongyang dengan imbalan keringanan sanksi AS. Namun, negosiasi perdamaian gagal pada 2019. Sementara Korea Utara dan AS mengatakan mereka terbuka untuk diplomasi, kedua negara juga mengatakan terserah pada pihak lain untuk mengambil tindakan.