Rabu 11 Aug 2021 16:39 WIB

PBB Minta Semua Negara Bergerak Akhiri Perang di Afghanistan

Sejak 9 Juli, setidaknya 183 warga sipil di Afghanistan tewas.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
 Warga Afghanistan memeriksa toko-toko yang rusak setelah pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di kota Kunduz, Afghanistan utara, Minggu, 8 Agustus 2021. Pejuang Taliban hari Minggu menguasai sebagian besar ibu kota provinsi Kunduz, termasuk kantor gubernur dan markas polisi, sebuah kata anggota dewan provinsi.
Foto: AP/Abdullah Sahil
Warga Afghanistan memeriksa toko-toko yang rusak setelah pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di kota Kunduz, Afghanistan utara, Minggu, 8 Agustus 2021. Pejuang Taliban hari Minggu menguasai sebagian besar ibu kota provinsi Kunduz, termasuk kantor gubernur dan markas polisi, sebuah kata anggota dewan provinsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet pada Selasa (10/8) meminta seluruh negara mengambil tindakan untuk mencegah konsekuensi bencana bagi rakyat Afghanistan. Bachelet memperingatkan bahwa, laporan pelanggaran bisa menjadi kejahatan perang.

Bachelet mendesak semua negara menggunakan pengaruh bilateral dan multilateral mereka, untuk mengakhiri permusuhan. "Negara-negara memiliki kewajiban untuk menggunakan pengaruh apa pun yang mereka miliki untuk meredakan situasi dan menghidupkan kembali proses perdamaian. Pertempuran harus diakhiri," kata Bachelet, dilansir Anadolu Agency, Rabu (11/8).

Baca Juga

Bachelet mengatakan, sejak 9 Juli setidaknya 183 warga sipil tewas dan 1.181 lainnya, termasuk anak-anak terluka dalam pertemputan di empat kota yaitu Lashkar Gah, Kandahar, Herat, dan Kunduz. “Ini hanya korban sipil yang berhasil kami dokumentasikan, angka sebenarnya akan jauh lebih tinggi,” kata Bachelet.

Bachelet mendesak mereka yang berada dalam konflik untuk berhenti bertempur. Dia meminta Taliban menghentikan operasi militer di sejumlah kota di Afghanistan. "Taliban harus menghentikan operasi militer mereka di kota-kota. Kecuali semua pihak kembali ke meja perundingan dan mencapai penyelesaian damai, situasi yang sudah mengerikan bagi begitu banyak warga Afghanistan akan menjadi jauh lebih buruk," kata Bachelet.

Bachelet menyatakan keprihatinan khusus tentang indikasi bahwa Taliban menerapkan pembatasan berat pada hak asasi manusia di daerah yang berada di bawah kendali mereka. Pembatasan tersebut terutama menargetkan perempuan.

"Kami telah menerima laporan bahwa perempuan dan anak perempuan di berbagai distrik di bawah kendali Taliban dilarang meninggalkan rumah mereka tanpa mahram, atau pendamping laki-laki," kata Bachelet.

Pembatasan semacam itu berdampak parah pada hak-hak perempuan. Bachelet menambahkan, pembatasan itu menghambat kemampuan perempuan untuk mencapai hak-hak ekonomi, sosial dan keluarga. "Perempuan, minoritas, pembela hak asasi manusia, jurnalis serta orang lain yang sangat rentan membutuhkan perlindungan khusus. Ada risiko yang sangat nyata dari kekejaman baru terhadap etnis dan agama minoritas," ujar Bachelet.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement