Rabu 11 Aug 2021 17:26 WIB

Polisi Thailand Benarkan Penggunaan Kekuataan Hadapi Pendemo

Demonstran menuntut PM Prayuth mundur karena dianggap gagal atasi Covid.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Petugas polisi anti huru hara melindungi diri saat berhadapan dengan pengunjuk rasa anti-pemerintah selama rapat umum di dekat Monumen Demokrasi di Bangkok, Thailand, 07 Agustus 2021.
Foto: EPA-EFE/NARONG SANGNAK
Petugas polisi anti huru hara melindungi diri saat berhadapan dengan pengunjuk rasa anti-pemerintah selama rapat umum di dekat Monumen Demokrasi di Bangkok, Thailand, 07 Agustus 2021.

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Polisi Thailand membela keputusan untuk menggunakan kekuatan terhadap pengunjuk rasa sebagai tindakan keamanan yang diperlukan. Tindakan keras oleh aparat keamanan dibenarkan mengingat akan lebih banyak demonstrasi turun menuntut pemecatan Perdana Menteri  Prayuth Chan Ocha karena dinilai salah urus krisis virus Corona.

Polisi menembakkan gas air mata, meriam air, dan peluru karet buat membubarkan pengunjuk rasa yang berkumpul di dekat kediaman Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha pada Selasa (10/8). Sementara para pengunjuk rasa terus menyerukan demonstrain lain ke kediaman Prayuth pada Rabu.

Baca Juga

Unjuk rasa dilakukan untuk menunjukkan kemarahan mereka atas wabah yang telah mencatat rekor kematian dalam beberapa hari terakhir. Polisi mengatakan, sembilan petugas terluka, satu dengan tembakan di kaki. Sementara delapan lainnya terluka oleh petasan, batu  dan pecahan peluru dari bom rakitan yang dibuat menggunakan bola pingpong.

Sebanyak dua kotak lalu lintas polisi dibakar dan properti publik lainnya dirusak.  "Polisi memutuskan untuk menggunakan gas air mata, meriam air dan peluru karet karena kami menganggap jika tidak, akan ada lebih banyak kerusakan," kata kepala polisi Bangkok Pakapong Pongpetra dalam konferensi pers.

Ribuan pengunjuk rasa melaju dalam konvoi mobil dan sepeda motor melalui Bangkok. Mereka berhenti di lokasi yang terkait dengan anggota kabinet atau pendukung Prayuth yang telah membela strateginya untuk memerangi virus. Pakapong mengatakan 48 orang ditangkap termasuk 15 pemuda dan 122 sepeda motor disita.

Gerakan yang dipimpin oleh pemuda ini mendapat dukungan luas selama berbulan-bulan demonstrasi besar. Gelombang oposisi telah melihat kebangkitan baru-baru ini bertepatan dengan wabah Covid-19 terburuk di negara itu. Virus Corona tercatat lebih dari 788 ribu kasus dan menyebabkan 6.700 meninggal di negara tersebut.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement