REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta semua pihak untuk menghormati upaya hukum yang dilakukan masyarakat guna menghentikan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MUI Amirsyah Tambunan menegaskan Indonesia sebagai negara hukum harus melaksanakan aturan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh sebab itu ketika ada kebijakan pemerintah yang yang merugikan pihak tertentu maka keputusan itu dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara.
"Kita hormati upaya hukum yang dilakukan warga negara. Biarlah PTUN yang memutuskan," tegas Amirsyah dalam rilis yang diterima Republika, Rabu (11/8).
Apalagi lanjut dia, jika penetapan PPKM bertentang dengan Undang-undang (UU) dan tidak dilaksanakan sesuai UU serta hak masyarakat tidak dipenuhi maka masyarakat punya mempunyai hak utk mengajukan gugatan ke PTUN.
Sebagaimana diketahui, bahwa pengajuan gugatan tersebut telah dimuat dalam situs resmi PTUN Jakarta yang dikutip pada hari Selasa (10/8).
Dalam petitum gugatannya, Aslam selaku penggugat, meminta hakim memutuskan pelaksanaan PPKM tidak sah. Aslam beralasan bahwa tidak sahnya kebijakan tersebut, karena dianggap bertentangan dengan Undang-undang No.6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Selain itu, dalam gugatan ia juga menyoal penunjukan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Koordinator Pelaksanaan PPKM yang diminta batal atau tidak sah dan meminta pemerintah menghentikan PPKM serta mencopot Luhut dari koordinator PPKM.
Aslam juga meminta adanya kompensasi antara lain mewajibkan kepada pemerintah untuk mengganti kerugian yang dialami oleh senilai Rp 300.000 (weekday) dan Rp 1.000.000 (weekend) terhitung sejak PPKM Darurat tanggal 3 Juli 2021.
Sehubungan meningkatnya penyebaran Covid-19 varian Delta pemerintah memutuskan pemberlakuan PPKM sejak 3 Juli lalu di Jawa dan Bali. Pada Senin (9/8) pemerintah kembali memutuskan perpanjangan sampai 16 Agustus 2021.