REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Rutan dan Lapas yang masih jadi tempat paling aman berbisnis narkoba bagi para bandar yang berstatus narapidana menjadi perhatian berbagai pihak.
Pengamat kebijakan Lembaga Universitas Indonesia, Arthur Josias Simon Runturambi, menyoroti kinerja Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) tidak kunjung menunujukkan perbaikan selama satu tahun terakhir.
Harapan Menkumham Yasonna Laoly dalam memberantas peredaran narkoba di Rutan dan Lapas nyatanya hingga saat ini tidak terealisasi.
Rentetan hasil ungkap kasus Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Mabes Polri hingga kini mendapati bahwa peredaran narkoba kelas kakap justru dikontrol para napi dari berbagai Rutan dan Lapas.
"Hingga kini program yang digagas Ditjen PAS dalam membenahi Rutan dan Lapas kurang efektif," ujar Arthur Josias Simon Runturambi, ketika dikonfirmasi, Rabu (11/8).
Dia mencontohkan program pemindahan napi bandar narkoba ke Lapas Nusakambangan karena membuang anggaran dan tak didahului pembenahan sumber daya manusia (SDM) petugas.
"Karena itu tadi bandarnya tidak bisa dihalangi, karena mau pindah kemana bandar tetap aja bandar. Lapas ini tidak ada cara untuk menghambatnya, semua masuk Lapas sama," tambah Arthur Josias Simon Runturambi.
Diakuinya Lapas Nusakambangan yang berklasifikasi Lapas Super Maximum Security memang memiliki keamanan ketat dan dilengkapi sejumlah peralatan pengawasan mutakhir.
Namun semua peralatan keamanan tersebut tidak berarti bila keberadaan oknum petugas yang membantu napi menyelundupkan handphone untuk berbisnis narkoba masih ada.
Dibanding memindahkan para napi gembong narkoba ke Lapas Nusakambangan, Ditjen PAS dituntut lebih mawas diri membenahi para petugasnya agar tidak bisa disuap gembong narkoba.
Dia menyebutkan beredarnya barang-barang yang dilarang di dalam Lapas seperti telepon genggam kaitannya dengan aktor dan konteksnya dan ini menjadi perhatian khusus.
“Kebanyakan pemindahan narapidana kasus narkoba ini hanya sebatas SOP (standar operasional prosedur) saja," ungkap Arthur Josias Simon Runturambi.
Arthur menuturkan pentingnya pembenahan SDM di tubuh Ditjen PAS jadi hal mendesak yang harus dilakukan karena jadi kunci pemberantasan narkoba di Rutan dan Lapas.
Terlebih setelah kasus Karutan Kelas I Depok Anton diringkus jajaran Satresnarkoba Polrestro Jakarta Barat pada 25 Juni 2021 lalu atas kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu.
Alasannya Rutan yang dipimpin Anton termasuk kelas I atau memiliki tingkat keamanan cukup tinggi, tapi sebagai petugas dia justru mengkonsumsi sabu sehingga kini berstatus tersangka.
Menurut Arthur, atas carut-marutnya kinerja petugas Ditjen PAS di Rutan dan Lapas adalah hal wajar bila BNN mengeluhkan upaya pemberantasan narkoba mereka menjadi sia-sia.
"Sehingga BNN panas. Di dalam Lapas sendiri tidak ada kepastian. Mana cara membedakan antara bandar dan penyalahguna. Ketika masuk ke Lapas itu begitu saja. Kita masuk ke Lapas tidak tahu mana bandar mana penyalahguna," tuturnya.
Deputi Pemberantasan BNN, Arman Depari, mengatakan bila pembenahan SDM perlu dilakukan bila Ditjen PAS serius membersihkan Rutan dan Lapas dari bisnis narkoba dijalankan napi.
Dia mencontohkan kasus kaburnya gembong narkoba Cai Changpan pada 2020 lalu yang kabur dari Lapas Klas I Tangerang karena dibantu oknum petugas dengan cara menggali lubang dari sel.
"Kalau kita tidak peduli, sebaik apa pun aturannya, sebagus apa pun gedung dan sistem pengamannya. Kalau orang-orangnya tidak jujur, tidak mau melakukan dengan baik, maka itu akan percuma," kata Arman Depari.