REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan lembaga jasa keuangan untuk menyusun rencana aksi keuangan berkelanjutan (RAKB) dan menyampaikan laporan keberlanjutan bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan publik mulai tahun ini. Adapun aturan tersebut merupakan upaya pemerintah Indonesia dalam mendukung transisi sektor ekonomi ke sumber energi yang lebih hijau dan proses bisnis yang lebih berkelanjutan.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kewajiban tersebut tertuang dalam cetak biru (blueprint) keuangan tahap II yang berlaku 2021-2025. "Hal ini dapat dimulai dari sinergi dan dukungan terhadap pendanaan kegiatan usaha para emiten di pasar modal berdasarkan prinsip sustainable finance," ujarnya dalam keterangan resmi seperti dikutip Kamis (12/8).
Selain itu, Wimboh menjelaskan pihaknya juga melakukan beberapa siasat dalam mengembangkan pembiayaan berkelanjutan salah satunya, menyelesaikan taksonomi atau prinsip hijau sebagai pedoman pengembangan produk keuangan.
Selain itu, pihaknya juga akan mengembangkan kerangka manajemen risiko industri jasa keuangan dan pedoman pengawasan berbasis risiko dalam rangka penerapan risiko keuangan terkait iklim. Menurut Wimboh, kebijakan OJK direspons baik oleh pelaku pasar dengan terserapnya obligasi global sustainability atau green bond sekitar 1,9 miliar dolar AS di Singapore Exchange oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, dan PT Barito Pacific Tbk.
"Selain itu Bank OCBC NISP juga menerbitkan green bond dan gender bond dengan nilai sebesar 4,15 miliar dolar AS yang dilakukan melalui mekanisme private placement dengan IFC," imbuhnya.
Baca juga : Pandemi Belum Usai, Pegadaian Mudahkan Layanan Bagi Masyarak
Tercatat total penyaluran kredit dan pembiayaan pada sektor ekonomi berorientasi hijau atau keberlanjutan (sustainability) mencapai Rp 809,75 triliun. Angka itu dihimpun selama periode 2015-2019 yang merupakan periode implementasi dari peta jalan (roadmap) keuangan berkelanjutan tahap I.