Kamis 12 Aug 2021 05:42 WIB

Intelijen AS: Taliban Dapat Merebut Kabul dalam 90 Hari

Taliban telah merebut sembilan ibu kota provinsi di Afghanistan sejak Jumat.

 Toko-toko rusak setelah pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di kota Kunduz, Afghanistan utara, Minggu, 8 Agustus 2021. Pejuang Taliban hari Minggu menguasai sebagian besar ibu kota provinsi Kunduz, termasuk kantor gubernur dan markas polisi, sebuah provinsi. kata anggota dewan.
Foto: AP/Abdullah Sahil
Toko-toko rusak setelah pertempuran antara Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di kota Kunduz, Afghanistan utara, Minggu, 8 Agustus 2021. Pejuang Taliban hari Minggu menguasai sebagian besar ibu kota provinsi Kunduz, termasuk kantor gubernur dan markas polisi, sebuah provinsi. kata anggota dewan.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Intelijen Amerika Serikat (AS) memperkirakan, Taliban dapat merebut ibu kota Afghanistan, Kabul dalam waktu 90 hari. Perkiraan ini muncul setelah Taliban berhasil merebut lebih dari seperempat ibu kota provinsi Afghanistan dalam waktu kurang dari seminggu.

Kelompok ini telah merebut sembilan ibu kota provinsi di Afghanistan sejak Jumat (6/8) lalu. Ibu kota provinsi yang direbut oleh Taliban yaitu Faizabad, Farah, Pul-e-Khumri, Sar-e-Pul, Sheberghan, Aybak, Kunduz, Taluqan dan Zaranj.

Baca Juga

Seorang pejabat AS yang berbicara dengan syarat anonim mengatakan kepada Washington Post bahwa, semuanya bergerak ke arah yang salah. Evaluasi bahwa Kabul bisa jatuh ke tangan Taliban dalam waktu cepat ternyata lebih buruk dari yang ditakutkan sebelumnya. Penilaian intelijen pada Juni memperingatkan bahwa ibu kota Afghanistan dapat jatuh ke tangan Taliban dalam enam bulan.

Presiden AS Joe Biden tidak menyesali keputusannya untuk menarik pasukan Amerika keluar dari Afghanistan. Dia menekankan bahwa, pasukan Afghanistan harus berjuang sendiri untuk negara mereka.

"Kami menghabiskan lebih dari satu triliun dolar selama 20 tahun. Kami melatih dan melengkapi peralatan modern kepada lebih dari 300 ribu pasukan Afghanistan. Para pemimpin Afghanistan harus bersatu," ujar Biden, dilansir Aljazirah, Kamis (12/8).

Washington telah berjanji untuk terus mendukung pasukan Afghanistan dengan serangan udara dan dukungan logistik. Tetapi tidak diketahui seberapa besar keterlibatan militer AS dalam upaya untuk melawan serangan Taliban saat ini.

“Kami terus menjaga komitmen untuk memberikan dukungan udara jarak dekat, memastikan bahwa angkatan udara mereka berfungsi dan dapat dioperasikan, memasok pasukan mereka dengan makanan dan peralatan, dan membayar semua gaji mereka,” kata Biden.

Sebuah koalisi internasional pimpinan AS menginvasi Afghanistan pada 2001 sebagai tanggapan atas serangan 9/11 di New York dan Washington. Taliban, yang menguasai Kabul pada saat itu, telah menyembunyikan Pemimpin al-Qaeda, Osama bin Laden. Pasukan Amerika dan sekutu dengan cepat menguasai Kabul dan kota-kota besar lainnya. Namun mereka terus berjuang selama dua dekade untuk mengalahkan pemberontakan Taliban.

Biden menetapkan penarikan seluruh pasukan AS dan sekutu dari Afghanistan rampung pada akhir Agustus. Pasukan asing secara bertahap telah meninggalkan Afghanistan sejak Mei lalu. Sejak saat itu, Taliban mulai melancarkan serangan dan merebut sejumlah distrik dan ibu kota provinsi. Juru bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan, Biden harus membuat pilihan yang sulit atas nama rakyat Amerika.

"Kami pergi ke Afghanistan untuk memberikan keadilan kepada mereka yang menyerang kami pada 11 September, untuk mengusir teroris yang ingin menggunakan Afghanistan sebagai tempat yang aman untuk menyerang Amerika Serikat. Kami mencapai tujuan itu beberapa tahun yang lalu," ujar Psaki.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement