Kamis 12 Aug 2021 12:44 WIB

Studi Sebut Vaksin Covid-19 Bisa Lindungi Pengidap HIV

Sel kekebalan pengidap HIV dinilai cukup efektif dalam merespons vaksin covid-19.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
HIV/AIDS (Ilustrasi)
Foto: Flickr
HIV/AIDS (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Tim peneliti Johns Hopkins Medicine mengkaji peluang orang dengan human immunodeficiency virus (HIV) atau ODHA tetap bisa terlindungi dari COVID-19 kalau mereka divaksinasi sepenuhnya.

Temuan ini kontras dengan studi lembaga sebelumnya yang mengevaluasi respons imun setelah vaksinasi untuk dua kelompok yang tidak terwakili dalam uji klinis vaksin COVID-19 asli yaitu penerima transplantasi organ dan pasien dengan penyakit rematik dan muskuloskeletal. 

 

Dalam penyelidikan tersebut, kedua kelompok menunjukkan tingkat antibodi lebih rendah terhadap virus setelah dua dosis. Bahkan, hanya setelah suntikan ketiga penerima transplantasi mampu memasang pertahanan yang efektif. 

 

Studi pasien ODHA diterbitkan 22 Juli 2021 dalam jurnal Clinical Infectious Diseases. Penelitian sebelumnya telah menyarankan tanggapan kurang optimal terhadap vaksin COVID-19 pada ODHA.

 

"Namun, penelitian ini tidak sepenuhnya mencirikan dan mendefinisikan respons itu, baik untuk imunitas seluler (di mana sistem kekebalan menyerang sel yang terinfeksi) dan humoral (di mana sistem kekebalan mengedarkan antibodi pelawan virus)," kata penulis senior studi, profesor kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins Joel Blankson dilansir dari News Medical pada Kamis (12/8).

 

"Apa yang kami temukan dengan vaksin Pfizer/BioNTech yang digunakan secara luas justru sebaliknya, karena vaksin itu menginduksi tanggapan kekebalan yang kuat pada ODHA sebanding dengan yang terlihat pada orang sehat," lanjut Joel.

 

Baca juga : Jakarta Herd Immunity, Epidemiologi: Wah Masih Jauh Sekali

 

Untuk mencapai temuan ini, Blankson dan rekan-rekannya memperoleh darah antara tujuh dan 17 hari setelah dosis vaksin Pfizer/BioNTech kedua dari 12 ODHA (tujuh perempuan dan lima laki-laki) dan 17 peserta penelitian yang sehat (tujuh perempuan dan 10 laki-laki). Tak satu pun dari orang-orang ini memiliki bukti infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya. 

 

Blankson menjelaskan semua ODHA menggunakan terapi antiretroviral dan memiliki jumlah limfosit T CD4+ rata-rata 913 sel per mikroliter. Adapun orang dewasa yang sehat memiliki jumlah CD4+ antara 500 hingga 1.200 sel per mikroliter dan orang dengan HIV yang tidak diobati mungkin memiliki jumlah sel T CD4+ kurang dari 200 sel per mikroliter.

 

Limfosit T CD4+ adalah sel sistem kekebalan atau sel T membantu jenis sel kekebalan lain, limfosit B (sel B), dalam menanggapi protein permukaan — antigen — pada virus seperti SARS-CoV-2. Diaktifkan oleh sel T CD4+, sel B yang belum matang menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi untuk menandai sel yang terinfeksi lalu dibuang dari tubuh.

 

"Oleh karena itu, jumlah sel T CD4+ dapat berfungsi sebagai ukuran seberapa baik sistem kekebalan merespons vaksin dan menghasilkan kekebalan humoral," ujar Blankson.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement