Cegah Pantura Tenggelam, Hentikan Eksploitasi Air Tanah

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Yusuf Assidiq

Warga berjalan melewati banjir rob di Slamaran, Pekalongan, Jawa Tengah.
Warga berjalan melewati banjir rob di Slamaran, Pekalongan, Jawa Tengah. | Foto: Harviyan Perdana Putra/ANTARA FOTO

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Ancaman tenggelamnya sejumlah kawasan pantai utara mestinya menjadi peringatan bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah untuk mengambil kebijakan yang tepat. Yang paling mendesak, pemprov mestinya segera  mengendalikan eksploitasi air tanah, dalam mengurangi laju penurunan permukaan tanah di kawasan tersebut.

Wakil Ketua Komisi D DPRD Provinsi Jateng, Hadi Santoso mengatakan, penghentian eksploitasi air tanah mestinya segera diambil oleh pemprov. “Jika eksploitasi air tanah tidak dihentikan, maka pesisir utara Jawa Tengah akan kehilangan banyak daratannya dan pantura akan tenggelam," ungkapnya.

Menurutnya, pemprov harus menyiapkan langkah serta kebijakan yang tepat guna mengantisipasi peringatan atas problem yang terjadi di kawasan pesisir utara Jateng. Sebelumnya, Kepala Laboratorium Geodesi ITB, Dr Heri Andreas menyebutkan Kota Semarang, Pekalongan, serta Demak diprediksi bakal tenggelam dalam 10 tahun ke depan.

Pasalnya, menurut Andreas, laju penurunan permukaan tanah di tiga wiayah pesisir utara Jateng tersebut cukup tinggi, yakni sudah mencapai 15 hingga 20 centimeter per tahun.

Tenggelamnya sebagian daratan ke laut ini disebabkan oleh penurunan tanah (land subsidence) yang cukup masif dan akibat dari subsiden tanah dan sea level rise, kota-kota pesisir tersebut mengalami banjir air laut (rob).

Di banyak tempat, rob bahkan telah terjadi secara permanen. Maka cerita daratan di pesisir utara bakal tenggelam ke dalam laut bukanlah sebuah isapan jempol dan bahkan sudah di depan mata.

Pada satu sisi, Hadi juga menyampaikan para ahli telah memerkirakan permukaan laut akan naik 25 hingga 50 centimeter pada 2050, dan pada 2100, air laut akan menggenangi sebagian besar kota pesisir di Indonesia.

Oleh karena itu, penurunan permukaan tanah juga menjadi alarm bahaya bagi pembangunan dan pengembangan kawasan industri secara besar-besaran di sejumlah daerah di pantura Jateng.

Bahkan di Kabupaten Pekalongan tengah disiapkan kawasan industri seluas ratusan hektare di tepi jalur pantura. “Ini merupakan alarm bahaya jika tidak diperhatikan daya dukung lingkungannya," jelas legislator PKS tersebut.

Menurut Hadi, ada beberapa upaya yang mungkin dilakukan untuk mencegah masifnya landsubsiden di beberapa titik rawan di kawasan pantura. Di antaranya menggantikan eksploitasi air tanah dengan air permukaan, seperi yang sudah dilakukan saat ini di sejumlah daerah di kawasan pantura Jateng.

Seperti Pembangunan dan Optimalisasi Sistem Penyediaan Air Minum Regional (SPAMReg) di Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kota Pekalongan (Petanglong).

Optimalisasi ini akan meminimalisir penggunaan air tanah dangkal oleh masyarakat di tiga kabupaten/kota tersebut untuk mencukupi kebutuhan air baku.

"Karena SPAMReg Petanglong ini ditargetkan meningkatkan akses air minum aman bagi 32 ribu sambungan rumah (SR) yang tersebar di tiga kota tersebut,” katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Terkait


PDAM Depok Perluas Layanan dan Gratiskan Pemasangan Baru

Batang Ajak Apindo Cegah Eksploitasi Air Bawah Tanah

Pengetatan Pergerakan di Jalur Pantura

Hotel, Apartemen dan Mal di Depok Dilarang Sedot Air Tanah

DLHK: Kualitas Air Sungai di Kota Bandung Kurang Baik

Republika Digital Ecosystem

Kontak Info

Republika Perwakilan DIY, Jawa Tengah & Jawa Timur. Jalan Perahu nomor 4 Kotabaru, Yogyakarta

Phone: +6274566028 (redaksi), +6274544972 (iklan & sirkulasi) , +6274541582 (fax),+628133426333 (layanan pelanggan)

[email protected]

Ikuti

× Image
Light Dark