Kamis 12 Aug 2021 23:26 WIB

PBNU: RUU Larangan Minol Harus untuk Kemashlahatan Bangsa

PBNU: RUU Larangan Minol Harus untuk Kemashlahatan Bangsa

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
PBNU: RUU Larangan Minol Harus untuk Kemashlahatan Bangsa. Foto:   Miras oplosan (ilustrasi).
Foto: danish56.blogspot.com
PBNU: RUU Larangan Minol Harus untuk Kemashlahatan Bangsa. Foto: Miras oplosan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Rais Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Ishomuddin, mengusulkan nama Rancangan Undang-Undang (RUU) Larangan Minuman Beralkohol (Minol). Menurutnya, RUU tersebut juga harus mengacu kepada kemaslahatan.

Kiai Ishomuddin mengatakan, PBNU mendukung diteruskannya pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol yang sudah deadlock selama dua tahun. Dia juga menyampaikan bahwa RUU Larangan Minuman Beralkohol harus mengacu kepada kemaslahatan.

Baca Juga

"Yang dimaksud dengan kemaslahatan saya teringat dengan apa yang disampaikan Imam Al-Ghazali, yang dimaksud dengan kemaslahatan itu adalah menjaga tujuan syariat, tujuan dari agama yang dimaksudkan oleh Allah SWT," kata Kiai Ishomuddin saat Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional bertema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol yang digelar Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kamis (12/8).

Ia menerangkan, tujuan dari syariat agama ada lima. Yaitu menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga kecerdasan akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta mereka.

Ia mengatakan, penyusunan RUU Larangan Minuman Beralkohol juga harus berpatokan kepada perlindungan terhadap agama. Tentu tidak mungkin orang minum alkohol sampai mabuk bisa menjaga agamanya, mungkin orang tersebut tidak bisa menjaga jiwanya karena rusak akalnya.

Kiai Ishomuddin mengatakan, bahkan orang yang minum minuman beralkohol bisa merusak keturunannya. Pengaruh minuman beralkohol juga bisa menimbulkan konflik rumah tangga dan merusak harta.

"Maka segala yang mencakup lima hal ini (tujuan syariat agama), penjagaan terhadap lima hal ini (tujuan syariat agama) itulah yang dimaksud dengan kemaslahatan yang jelas. Sebaliknya segala yang melepaskan atau mengabaikan lima hal pokok ini (tujuan syariat agama) itu adalah mafsadah," ujarnya.

Kiai Ishomuddin mengatakan, berdasarkan kaidah-kaidah tentang kemaslahatan dalam membuat sebuah undang-undang, maka mengusulkan judul yang sama dengan MUI yaitu RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Ia mengingatkan, setiap suatu tindakan pemerintah atas rakyat yang tidak didasarkan kepada kemaslahatan dan tidak dimaksudkan untuk memberikan manfaat kepada rakyat, maka yang demikian itu tidak shahih. Undang-undang yang dibuat tetapi dampaknya merusak mayoritas rakyat karena sangat longgar, itu tidak benar. Itu adalah undang-undang yang pasal-pasalnya tidak bisa dibenarkan dan menurut agama juga tidak diperkenankan.

Sejumlah ormas Islam yang tergabung dalam MUI sangat mendukung disahkannya RUU Larangan Minuman Beralkohol. Mereka sepakat minuman keras beralkohol lebih banyak menimbulkan kerusakan atau kemudharatan, karena itu perlu regulasi yang mengaturnya.

Sejumlah ormas yang hadir dalam Mudzakarah Hukum dan Silaturahim Nasional bertema Indonesia Darurat Minuman Beralkohol: Urgensi RUU Larangan Minuman Beralkohol di antaranya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Syarikat Islam, Tarbiyah Perti, Mathla'ul Anwar, Al Washliyah, Al Ittihadiah, Al Irsyad, Persis, PUI, Wahdah Islamiyah, Pengasuh Ponpes Tebuireng Jombang, dan akademisi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement