Jumat 13 Aug 2021 13:28 WIB

Tak Bisa Menanam, Petani Rawapening Bersurat ke Presiden

Petani berharap ada solusi dari pemerintah pusat.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Ilham Tirta
Kondisi lahan pertanian yang tergenang elevasi danau Rawapening, di wilayah Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, tampak dimanfaatkan masyarakat untuk megail ikan, Jumat (13/8).
Foto: Republika/bowo pribadi
Kondisi lahan pertanian yang tergenang elevasi danau Rawapening, di wilayah Desa Asinan, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, tampak dimanfaatkan masyarakat untuk megail ikan, Jumat (13/8).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Persoalan elevasi danau Rawapening yang menggenangi lahan pertanian warga di wilayah Kecamatan Bawen, Ambarawa, dan Banyubiru, Kabupaten Semarang telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo. Para petani berharap Presiden merespon keluhan mereka, yang sudah dua tahun terakhir, tidak bisa lagi menanam padi, setelah sawah tempat bercocok tanam tersebut telah berubah menjadi genangan akibat dampak revitalisasi danau Rawapening.

“Kami, atas nama Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) Kecamatan Banyubiru, sudah bersurat kepada Presiden Jokowi terkait permasalahan ini,” ungkap  Koordinator FPRPB, Suwestiyono, di Bawen, Kabupaten Semarang, Jumat (13/8).

Semoga, lanjutnya, ada solusi dari Pemerintah Pusat yang berpihak kepada para petani di sekitar danau Rawapening. Karena sejak sawah para petani tergenang elevasi danau alam tersebut, mata pencaharian mereka sebagai petani juga terhenti.

Bahkan sampai hari ini masalah yang dihadapi petani di sekitar danau Rawapening tersebut sudah berlangsung selama dua tahun. “Yang membuat para petani kecewa, tidak ada kompensasi atau pun ganti rugi, akbat dampak dari proyek Pemerintah Pusat tersebut,” jelasnya.

Di wilayah Kecamatan Banyubiru, lanjut Suwestiyono, genangan elevasi Rawapening telah berdampak pada mata pencaharian petani di wilayah Desa Kebumen, Desa Rowoboni dan Desa Tegaron. Genangan membuat lahan persawahan tidak bisa digarap.

Termasuk ada juga lahan produktif warga yang digunakan untuk menimbun bengok (enceng gondok) yang dibersihkan dari permukaan danau Rawapening tanpa ada izin, bahkan kompensasi apapun kepada pemilik lahan. Selain tidak bisa lagi bercocok tanam dan tidak berpenghasilan, saat ini para pemilik lahan maupun penggarap juga tengah menghadapi situasi yang semakin sulit akibat dampak pandemi Covid-19.

Problem genangan elevasi Rawapening saat ini tidak hanya dihadapi para petani pemilik lahan yang berada di Kecamatan Banyubiru saja. Namun juga para petani di wilayah kecamatan lain di kawasan Rawa Pening.

Seperti petani di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa serta para petani di Desa Asinan, Kecamatan Bawen. Karena itu, berbagai cara terus dilakukan para petani yang tergabung dalam FPRPB, agar ada solusi atas persoalan genangan air di lahan pertanian mereka.

Termasuk bersurat kepada kepala negara dengan harapan problem yang dialami para petani dapat ditindaklanjuti pemerintah. “Tentunya dengan harapan agar para petani bisa bercocok tanam kembali di lahan sendiri maupun lahan yang selama ini mereka garap,” kata dia.

Perihal keluhan warga pemilik lahan yang tergenang oleh elevasi Rawapening, sebelumnya juga disampaikan oleh Kepala Desa Asinan, Turchamun Jiyarto.

Menurutnya, khusus di wilayah Desa Asinan, Kecamatan Bawen, setidaknya ada 187 bidang lahan pertanian yang terdampak genangan elevasi Rawapening dan sudah dua tahun ini tidak bisa ditanami.

Tetapi sejak dari jaman dahulu riwayatnya tak sedikit warga Desa Asinan sudah memanfaatkan lahan tersebut untuk bercocok tanam padi atau mereka juga bisa disebut penggarap. “Jadi, yang membuat warga merasa gelo (menyayangkan), lahan tersebut mestinya setiap tahun bisa menghidupi mereka dari hasil panen padi, tetapi selama dua tahun terakhir sudah tidak bisa,” jelas Turchamun.

Terlebih, lanjutnya, revitalisasi danau Rawapening merupakan program nasional dari Pemerintah Pusat. Maka dengan sendirinya warga juga tidak dapat berbuat banyak atas kondisi tersebut.

Tetapi setidaknya mereka berharap program nasional tersebut bisa berdampingan dengan kepentingan warga, artinya warga yang meggarap lahan tersebut juga masih tetap bisa bercocok tanam.

Beberapa waktu sebelumnya, lanjut Turchamun, sudah pernah ada kesepakatan dengan BBWS sebagai pelaksana Kementerian PUPR. Bulan Januari sampai dengan Juli, bisa dikerjakan revitalisasi karena musim penghujan dan elevasi air danau Rawapening pasti akan tinggi. Sehingga untuk bulan Juni sampai Desember bisa berdampingan, warga (petani) tetap bisa bercocok tanam saat elevasi air Rawapening sudah turun.

“Tetapi tidak demikian, lahan yang semestinya bisa ditanam justru masih terus tergenang air dan sekarang di lahan yang tergenang tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat lain untuk memancing ikan,” kata dia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement