Setahun, 47 Ribu Ton Sampah Cilacap Diolah Jadi Bahan Bakar
Rep: Eko Widiyatno/ Red: Fernan Rahadi
Tumpukan sampah (Ilustrasi) | Foto: Youtube
REPUBLIKA.CO.ID, CILACAP -- Tempat pengolahan sampah menjadi bahan bakar alternatif atau Refuse Derived Fuel (RDF) di Kabupaten Cilacap, telah beroperasi sekitar setahun.
"Sejak diresmikan 21 Juli 2020, fasilitas tempat pengolahan sampah itu telah mengolah 47 ribu ton sampah yang dihasilkan warga Cilacap," jelas Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda yang juga Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemkab Cilacap, Wasi Aryadi, Jumat (13/8).
Menurutnya, keberadaan RDF ini telah memberikan paradigma baru bahwa sampah bisa diolah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomi. Selain itu, keberadaan RDF juga telah memberi manfaat atau solusi berkelanjutan terhadap masalah lingkungan hidup.
"Teknik pengolahan sampah di RDF telah membantu mengurangi bahkan menghilangkan potensi pencemaran tanah oleh air lindi serta penumpukan sampah yang menimbulkan bau menyengat. Dengan demikian, tidak diperlukan investasi untuk pembelian lahan baru untuk lokasi penumpukan sampah," jelasnya.
Lebih dari itu, bahan bakar alternatif yang dihasilkan RDF memberi manfaat bagi industri. "Saat ini, industri semen di Cilacap menjadi salah satu penerima manfaat dari bahan bakar yang dihasilkan RDF," katanya.
General Manager PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) pabrik Cilacap yang merupakan anak perusahaan PT Semen Indonesia, Istifaul Amin, menyebutkan bahan bakar yang diperoleh dari RDF menjadi bahan bakar yang digunakan pabriknya. "Sebelumnya kami menggunakan batu bara untuk proses pembakaran. Namun saat ini, kami sudah menggunakan bahan bakar yang dihasilkan dari RDF," jelasnya.
Sejauh ini, kata dia, penggantian bahan bakar tidak mempengaruhi proses produksi di pabriknya. "Sampai saat, proses produksi di pabrik semen kami tetap berjalan lancar meskipun bahan bakar yang digunakan kami ubah," jelasnya.
Sebagai pengelola tempat pengolahan sampah RDF tersebut, dia menyebutkan, bahan bakar dalam bentuk sampah kering yang dihasilkan RDF hanya memiliki kadar air di bawah 25 persen. Untuk mencapai kadar air tersebut, proses pengolahan sampah digunakan dengan menggunakan metode pengeringan Bio Drying selama 21 hari.
Dia juga menyatakan, potensi untuk menambah jumlah sampah yang diolah sangat terbuka, sehingga kemampuan pengolahan akan lebih optimal dan bisa menghasilkan sampah kering dalam jumlah yang lebih besar.