REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sama halnya dengan profesi lain, profesi Arsitek juga memiliki Undang-Undang yang mengatur sekaligus memberi perlindungan dan kepastian hukum untuk arsitek, pengguna jasa arsitek, praktik arsitek, karya arsitektur, dan masyarakat. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek, syarat untuk menjadi Arsitek adalah wajib memiliki Surat Tanda Registrasi Arsitek (STRA).
Menurut Anggota Dewan Arsitek Indonesia, Didi Haryadi, STRA merupakan bukti tertulis bagi Arsitek untuk dapat melakukan Praktik Arsitek. Pemegang STRA bertanggung jawab baik secara moril maupun materiil atas aspek keandalan dan keselamatan pada bangunan yang dirancangnya.
"Tanggung jawab ini berlaku di hadapan hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan kepada masyarakat juga terhadap karya arsitektur Indonesia," ucap dia, Kamis (12/8).
Selain itu, Praktik Arsitek yang profesional harus mampu meningkatkan nilai tambah dan daya guna karya arsitektur itu sendiri. Dengan demikian, Arsitek menjadi salah satu profesi yang membantu pemerintah memfasilitasi tertib pembangunan melalui perencanaannya.
Kewajiban seorang Arsitek memiliki STRA baru berlaku pada Februari 2021 sejak Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek dan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Selain mengatur tentang syarat dan tata cara penerbitan STRA, Undang-Undang dan Peraturan tersebut juga mengatur tentang sanksi bagi seseorang yang melakukan Praktik Arsitek tanpa memiliki STRA.
Penerbitan maupun pengenaan sanksi terkait STRA dilakukan oleh Dewan Arsitek Indonesia (DAI). DAI dikukuhkan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada 3 Desember 2020.
Anggota DAI merupakan perwakilan dari unsur anggota organisasi profesi, pengguna jasa arsitek serta perguruan tinggi. Sembilan anggota DAI ini adalah Aswin Indraprastha, Bambang Eryudawan, Didi Haryadi, Gunawan Tjahjono, Karnaya, Lana Winayanti, Sonny Sutanto, Steve J Manahampi, dan Yuswadi Saliya.
Sebagaimana disampaikan oleh Menteri PUPR, peran Arsitek merupakan salah satu tulang-punggung pembangunan di Indonesia. Terlebih Indonesia tengah gencar melakukan berbagai pembangunan infrastruktur dari Sabang sampai Merauke, dengan struktur wilayah yang berbeda. Pembangunan infrastruktur masih menjadi salah satu program prioritas Presiden Joko Widodo dan Wapres K.H. Ma’ruf Amin.
Infrastruktur menjadi modal utama untuk dapat maju dan bersaing dengan negara-negara lain di masa mendatang. Karena itu, untuk menjalankan proyek-proyek pembangunan nasional ini Kementerian PUPR selalu melibatkan Aristek. Tanpa peran Arsitek, bangunan hanya menjadi beton dan besi yang dipasang tanpa estetika.