Jumat 13 Aug 2021 22:34 WIB

Sekjen Gelora: Ada yang Mau Jadikan TWK Panggung Besar

Mahfudz curiga, panggung TWK akan dibikin sampai kontestasi 2024.

Sekjen Partai Gelora Indonesia, Mahfudz Siddiq.
Foto: Republika/ Wihdan
Sekjen Partai Gelora Indonesia, Mahfudz Siddiq.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekjen Partai Gelora Indonesia, Mahfudz Siddiq menyoroti polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berkepanjangan. Dia menyebut, jika dilihat dari perspektif politik, ada pihak yang hendak menjadikannya sebagai panggung besar yang ramai dan lama.

"Ini ibarat satu panggung kecil. Karena ini perkara kecil. Saya membacanya panggung ini ingin dibuat ramai. Di atas panggung itu ada yang pro kontra mereka tidak terlalu peduli," ucap Mahfudz dalam webinar series Moya Institute bertajuk 'Kontroversi Temuan TWK 51 Pegawai KPK' di Jakarta, Jumat (13/8).

TWK diadakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk menjadikan pegawai KPK berstatus aparatur sipil negara (ASN). Dalam perjalanannya, ada 75 pegawai KPK yang tidak lolos, hingga menyedot perhatian publik. Dari 75 pegawai, ternyata 51 orang diberhentikan, yang membuat mereka menggugat pelaksanaan TWK.

Mahfudz curiga, masalah TWK tujuannya bukan agar pegawai yang tak lolos kembali ke KPK. Dia menuding, pihak tertentu ingin panggung ini dibikin ramai dan panjang sampai 2024. Dia menyinggung ketika ada pegawai KPK yang melaporkan hasil TWK ke Komnas HAM pada 27 Mei 2021.

"Salah seorang dari mereka mengatakan persoalan ini akan selesai kalau presiden pro terhadap pemberantasan korupsi. Jadi, intinya panggung ini akan dibikin panjang, orang diundang ramai-ramai. Sehingga salah satu isu kontestasinya di 2024 yaitu mana yang pro pemberantasan korupsi atau tidak pro," ucap Mahfudz.

Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto menilai, masalah TWK sudah hampir selesai ketika tereleminasinya 51 orang pegawai KPK dari alih status ASN dan yang sebagian lulus.

"Ternyata polemik tidak sampai di situ setelah ada temuan Ombudsman, di mana hasilnya ada malaadministrasi dan rekomendasinya meminta agar ada koreksi terhadap 51 pegawai KPK yang tidak lulus untuk diangkat," ucap Hery.

Selain itu, sambung Hery, mereka meminta Presiden Jokowi untuk turun tangan. Sebagai orang awam hukum, ia mengaku, lebih banyak menyimak. "Hemat saya, jika kita terlalu larut dengan polemik ini, tidak produktif di tengah upaya bangsa kita memutus mata rantai penyebaran Covid-19," ujarnya.

Guru besar hukum administrasi negara, Aidul Fitriciada memaklumi jika ada anggapan polemik TWK pegawai KPK bukan murni persoalan hukum. Menurut dia, dalam membaca kasus tersebut, ada persoalan yang bukan semata-mata hukum.

"Tapi soal untuk menyelesaikan hubungan antarlembaga. Termasuk TWK ini, penyelesaiannya seperti apa? Ini harus betul-betul selesai dengan prinsip hukum, yaitu menemukan kemaslahatan bersama, kepentingan bangsa yang diutamakan dengan kemudian tidak menguras energi," ucap Aidul.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement