Sabtu 14 Aug 2021 16:05 WIB

PBB Kecam Serangan Militer Israel Terhadap LSM di Tepi Barat

LSM tersebut memperjuangkan hak-hak anak di Tepi Barat yang diduduki

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Pemukim Israel menyesuaikan Bintang Daud besar di pos terdepan kucing liar Eviatar yang baru-baru ini didirikan seperti yang terlihat dari desa Palestina terdekat Beita, dekat kota Nablus, Tepi Barat, Jumat, 2 Juli 2021. Israel telah mencapai kompromi dengan pemukim Yahudi yang akan mereka tinggalkan pada akhir minggu dan daerah itu akan menjadi zona militer tertutup, tetapi rumah-rumah dan jalan-jalan akan tetap di tempatnya.
Foto: AP/Majdi Mohammed
Pemukim Israel menyesuaikan Bintang Daud besar di pos terdepan kucing liar Eviatar yang baru-baru ini didirikan seperti yang terlihat dari desa Palestina terdekat Beita, dekat kota Nablus, Tepi Barat, Jumat, 2 Juli 2021. Israel telah mencapai kompromi dengan pemukim Yahudi yang akan mereka tinggalkan pada akhir minggu dan daerah itu akan menjadi zona militer tertutup, tetapi rumah-rumah dan jalan-jalan akan tetap di tempatnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pakar hak asasi manusia PBB pada Jumat (13/8) meminta pemerintah Israel untuk segera mengembalikan dokumen rahasia yang disita militer Israel dari kantor sebuah LSM. Diketahui, LSM tersebut memperjuangkan hak-hak anak di Tepi Barat yang diduduki.

“Kami sangat prihatin dengan campur tangan militer Israel dengan pekerjaan hak asasi manusia dari sebuah LSM terkenal dan dihormati,” kata para ahli dilansir Anadolu Agency, Sabtu (14/8).

Baca Juga

Militer Israel mengambil komputer, hard drive, binder, dan bahan lainnya dari kantor Defence for Children International-Palestine (DCIP) di Al-Bireh. Barang-barang tersebut diambil dalam penggerebekan pada akhir Juli lalu.

Para ahli PBB yang menyatakan kecaman tersebut adalah pelapor khusus hak asasi manusia di wilayah Palestina Michael Lynk, pelapor khusus tentang hak atas kebebasan berekspresi Irene Khan, pelapor khusus untuk pertemuan damai Clement Nyaletsossi Voule, dan pelapor khusus untuk pembela hak asasi manusia Mary Lawlor.

"Organisasi masyarakat sipil internasional telah memberikan ukuran akuntabilitas yang sangat dibutuhkan dalam mendokumentasikan dan meneliti tren hak asasi manusia yang melemahkan di wilayah Palestina yang diduduki,” kata para ahli.

Para ahli mengatakan dalam beberapa tahun terakhir kelompok hak anak-anak telah melaporkan pola penangkapan, melukai, dan pembunuhan anak-anak Palestina oleh militer Israel di Tepi Barat yang diduduki, termasuk Yerusalem Timur dan Gaza.

Tindakan yang dilakukan oleh militer Israel terhadap DCIP telah menghalangi kegiatan kemanusiaan dan melanggar hak asasi manusia untuk berekspresi dan berserikat. Israel telah berkomitmen untuk menjunjung tinggi hal tersebut dengan meratifikasi dua perjanjian internasional 1966.

Dari awal tahun ini hingga akhir Juli, para ahli menyebut pasukan militer Israel telah membunuh 11 anak Palestina di Tepi Barat. Angka itu lebih banyak dari jumlah kematian anak-anak Palestina di bawah pendudukan yang tercatat sepanjang 2020. Selain itu, dilaporkan 67 anak Palestina tewas di Gaza selama kekerasan Mei 2021.

“Semua kehidupan sipil di bawah pendudukan dilindungi oleh hukum internasional. Ini terutama berlaku untuk hak-hak anak,” kata para ahli.

“Kami menyadari kritik lama tentang kurangnya penyelidikan yang transparan dan tidak memihak dalam pelanggaran hak asasi manusia Palestina oleh militer Israel,” kata para ahli.

Mereka meminta pemerintah Israel bekerja dengan komunitas internasional untuk membentuk badan yang tidak memihak. Termasuk melakukan penyelidikan publik yang transparan atas kematian warga Palestina sesuai dengan standar hukum internasional.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement