Sabtu 14 Aug 2021 19:35 WIB

Hotman: BKN Ikut Jadi Pembela Pimpinan KPK

BKN diminta mengedepankan transparansi terkait TWK KPK.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Indira Rezkisari
Pedagang menyaksikan proyeksi bertuliskan #mositidakpercaya saat aksi oleh aktivis Greenpeace di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/6/2021). Aksi tersebut menyuarakan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, juga menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga anti korupsi dari cengkraman oligarki.
Foto: ANTARA/Galih Pradipta
Pedagang menyaksikan proyeksi bertuliskan #mositidakpercaya saat aksi oleh aktivis Greenpeace di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/6/2021). Aksi tersebut menyuarakan keadilan bagi 51 pegawai KPK yang dinonaktifkan akibat dinyatakan tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan, juga menyampaikan pesan untuk menyelamatkan lembaga anti korupsi dari cengkraman oligarki.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Antikorupsi nonaktif, Hotman Tambunan mengatakan, Badan Kepegawaian Negara (BKN) seharusnya mengedepankan transparansi terkait polemik Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pegawai KPK beralih menjadi PNS. Temuan Ombudsman RI dinilai sudah sangat jelas terkait adanya proses maladministrasi dalam pelaksanaan TWK.

Namun, kata Hotman, BKN malah menjadi pembela kepada pimpinan KPK. Sepatutnya BKN mengedepankan kepastian hukum dan transparansi.

Baca Juga

"Sama dengan pimpinan KPK, seharusnya seluruh pimpinan lembaga negara, termasuk Wakil Kepala BKN, mengedepankan kepastian hukum, transparansi, akuntabilitas, dan menghormati Hak Asasi Manusia," kata Hotman dalam keterangannya, Sabtu (14/8).

Hotman yang merupakan perwakilan 57 pegawai KPK yang tak lulus menjadi ASN menyatakan benar pasal TWK dilakukan pada akhir pembahasan di bulan Januari 2021. "Padahal pembahasan antar instansi dengan melibatkan para ahli sudah menyepakati tidak diperlukan adanya TWK," ucap Hotman

"Penyisipan pasal ini disebut jelas terbukti oleh Ombudsman, berdasarkan bahan yang diserahkan KPK dan lembaga lain yang diklarifikasi dalam proses pemeriksaan, sehingga mengubah rezim alih status menjadi seleksi," tambah Hotman. Bahkan, draf yang ada di portal KPK adalah rancangan awal yang tidak mencantumkan adanya tes asesmen TWK, yakni draft yang dibuat November 2020 dan tidak pernah diperbarui. Apalagi, draf yang mencantumkan adanya TWK tidak pernah diunggah di Portal KPK.

"Bagaimana bisa mengunggah draf Perkom yang memuat pasal TWK. Sementara pasal tersebut muncul pada dua hari terakhir dan di sanalah dimasukkan pasal TWK," kata Hotman

Ia menilai BKN tidak memahami tentang penyisipan pasal TWK. Sebab, beberapa proses pembahasan Perkom 1 Tahun 2021 berlangsung secara internal, yang tentu saja tidak melibatkan BKN. "Dalam poin ini, BKN tampak sangat ingin ikut membela pimpinan KPK yang menyisipkan pasal TWK," tegas Hotman

Hotman pun kembali menegaskan bahwa pimpinan KPK sudah mengabaikan arahan Presiden Joko Widodo yang menyebut peralihan pegawai KPK menjadi ASN dalam TWK jangan sampai ada yang dirugikan. Apalagi, ditambah dengan temuan maladministrasi proses pelaksanaan TWK oleh Ombudsman RI. "Dalam arahan presiden jelas disebutkan proses alih status tidak boleh merugikan dan mengurangi hak pegawai," ucapnya

Hotman juga menegaskan jika memang para pimpinan lembaga negara serius menindaklanjuti dan melaksanakan arahan Presiden, seharusnya tidak terjadi pemisahan 51 pegawai yang tidak dapat dibina dan 24 Pegawai yang masih dapat dibina. "Sebab, secara nyata, Presiden mengatakan bahwa 75 Pegawai TMS tidak dapat diberhentikan melalui proses asesmen TWK," imbuhnya

Wakil Kepala BKN Supranawa Yusuf menilai, kesimpulan Ombudsman kurang tepat. Ia sudah menyampaikan empat keberatan BKN terkait dengan empat kesimpulan Ombudsman.

Menurut dia, apa yang dilakukan kepala BKN dalam rapat harmonisasi, sama sekali tidak menyalahi kewenangan dan prosedur. BKN juga keberatan dinilai tak kompeten melaksanakan asesmen TWK KPK.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement