REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Densus 88 Antiteror Polri kembali mengungkap jaringan teroris di berbagai wilayah pada Jumat (13/8). Selain menangkap di Kabupaten Lebak, Banten, Densus juga bergerak di beberapa daerah di Jawa Tengah dan Sumatra Utara.
Deputi Pemberdayaan Pemuda Kemenpora, Faisal Abdullah, mengatakan terorisme yang terjadi di masyarakat berawal dari pemahaman radikalisme yang kerap menyasar generasi muda untuk dijadikan target rekrutmen anggota teroris.
“Pemuda punya semangat juang tinggi, idealis, dan cenderung radikal dalam memperjuangkan sesuatu yang diyakini. Potensi inilah yang dimanfaatkan untuk direkrut menjadi agen teroris yang terjadi selama ini, bahkan di masa yang akan datang terus seperti itu,” ujarnya dalam webinar di Jakarta, akhir pekan kemarin.
Menurut Faisal, Densus 88 tidak dapat bekerja sendiri dalam penanggulangan terorisme. Semua elemen bangsa, termasuk Kemenpora harus ikut membantu. Dia mengatakan, Kemenpora pada tahun ini, sudah menandatangani kesepakatan dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) untuk melakukan pembinaan terhadap pemuda menjadi agen antiradikalisme dan terorisme di tengah masyarakat.
Asdep Peningkatan Wawasan Pemuda Kemenpora, Arifin Majid, menjelaskan kader pemuda yang disiapkan Kemenpora, nantinya menjadi ujung tombak di masyarakat untuk menangkal berbagai paham dan gerakan radikalisme dan terorisme yang mengarah pada perlawanan terhadap pemerintahan yang sah.
“Pada 5-9 Juli 2021, selama empat hari kami telah melatih para pemuda, secara virtual, tentang wawasan kebangsaan dan antipaham radikalisme dan terorisme, mereka yang akan kami bina untuk menjadi kader di masyarakat untuk menangkal provokasi oknum yang menyebarkan paham radikalisme dan terorisme untuk melawan pemerintahan yang sah,” terang Arifin.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen Hendri Paruhuman Lubis, mengapresiasi langkah yang dilakukan Kemenpora dalam mengantisipasi penyebaran paham radikalisme dan terorisme di tengah masyarakat.
“Anak-anak muda ini sangat potensial dijadikan target rekrutmen untuk menjadi anggota, jika diberikan pemahaman yang benar, wawasan kebangsaan, akan menjadi tameng untuk menangkal berbagai paham radikalisme dan terorisme yang berkembang di masyarakat,” ujarnya.
Hendri juga mewaspadai penyebaran paham radikalisme dan terorisme melalui dunia maya saat pandemi Covid 19. Menurut dia, dunia maya saat ini tidak hanya dimanfaatkan sebagai ajang rekrutmen anggota, tetapi juga untuk menggalang pendanaan gerakan terorisme.
Staf Khusus Menteri Agama, Mohammad Nuruzzaman menyatakan, terorisme di Indonesia menjadi ancaman serius karena anasir dari organisasi radikal masih ada.
"Sekali pun HTI sudah dibubarkan pemerintah, tapi anasirnya masih ada, gerakan intoleran dan idiologi radikal yang berujung terorisme masih berkembang di tengah-tengah masyarakat sekalipun lebih tertutup dan berkamuflase dengan berbagai cara,” ungkapnya.
Menurut Nuruzzaman, untuk menangkal penyebaran ideologi terorisme di masyarakat, harus dilakukan penguatan civil society. Caranya dengan melakukan pembinaan dan penyadaran kepada masyarakat, khususnya generasi muda yang kerap menjadi target rekrutmen anggota teroris.