Senin 16 Aug 2021 07:28 WIB

Penjelasan Bahtsul Masail NU Soal Sholat Jumat Bergelombang 

Pelaksanaan sholat Jumat bergelombang mempunyai sejumlah catatan

Rep: Ali Yusuf/ Red: Nashih Nashrullah
Pelaksanaan sholat Jumat bergelombang mempunyai sejumlah catatan. Ilustrasi sholat Jumat
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Pelaksanaan sholat Jumat bergelombang mempunyai sejumlah catatan. Ilustrasi sholat Jumat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tingkat kasus kematian akibat terpapar Covid-19 di Indonesia masih tinggi. Demi mengurangi risiko tersebut Dewan Masjid Indonesia (DMI) mengusulkan sholat Jumat dilakukan sesuai nomor ponsel alias pelaksanaan sholat Jumat dilakukan dua gelobang.

Bagaimana menurut syariat, apakah hal itu dibolehkan? Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU, Ustadz Mahbub Maafi, berpendapat, jika pelaksanaan sholat Jumat di berbagai tempat tidak mungkin dilakukan karena pandemi, solusinya bukan melaksanakan sholat  secara bergelombang, akan tetapi menyarankan umat Islam, agar sholat  Jumatnya diganti sholat zuhur di rumah masing-masing.

Baca Juga

"Tidak usah repot-repot dengan ini (sholat  Jumat dibuat dua gelombang)," kata Ustadz Mahbub Maafi saat dihubungi, Ahad (15/8).

Ustadz Mahbub menyampaikan ada dua hal yang penting diketahui terlebih dahulu dalam melihat usulan ini. Pertama, bahwa di samping berbasis individu, sholat  Jumat sesungguhnya juga berbasis komunitas. Artinya, secara individual, setiap individu Muslim harus sholat Jumat.  

"Dengan demikian, seseorang yang tidak sholat Jumat, maka dosanya hanya ditanggung oleh yang bersangkutan," katanya. 

Kedua, secara sosial, sholat Jumat mengandung nilai syiar. Karena itu, masyarakat Islam yang dalam situasi dan kondisi normal tidak mendirikan sholat Jumat akan mendapatkan dosa kolektif. 

Ustadz Mabub, mengatakan, menurut mayoritas fuqaha, pelaksanaan sholat  Jumat harus dilaksanakan satu kali di setiap kawasan desa atau kota. 

Namun hal ini tidaklah mutlak, para ulama mengajukan beberapa alasan kebolehan ta’addud al-jumu’ah (pelaksanaan sholat  jumat lebih dari satu dalam satu kawasan).

"Di antaranya adalah keterbatasan daya tampung tempat sholat  jumat dan jauhnya jarak antara penduduk yang tinggal di sebuah kawasan (balad) dengan masjid yang menjadi tempat sholat  pelaksaan sholat  jumat," katanya 

Ustadz Mahbub mengatakan, terkait hal ini pandangan fikih ulama terdahulu itu bisa dijadikan acuan hukum perihal pelaksanaan sholat  Jumat di PPKM ini. Secara teknis, umat Islam misalnya bisa memanfaatkan mushala-mushala yang selama ini hanya dipakai sebagai tempat sholat maktubah menjadi tempat sholat Jumat. “ Ini karena pelaksanaan sholat Jumat tidak harus dilakukan di masjid sebagaimana pendapat mayoritas ulama," katanya. 

Namun, terkait hal itu akan ada muncul persoalan berikutnya. Misalnya bagaimana jika tak ditemukan tempat lain yang memungkinkan untuk ditempati sholat Jumat? Bolehkah mendirikan sholat Jumat secara bergelombang di satu tempat?  

Dalam kasus ini, kata dia, para ulama berbeda pendapat. Pendapat pertama, ulama yang mengacu pada ketentuan berikut:  

Dalam kondisi darurat di mana lokasi Jumatan yang ada hanya bisa menampung sebagian jamaah akibat penerapan phyisical distancing dan secara riil tidak ditemukan lokasi lain yang bisa ditempati sholat  Jumat, maka dibolehkan mendirikan sholat  Jumat secara bergelombang/bergantian.

Namun, hal yang harus dipertimbangkan dalam pendapat pertama ini adalah bahwa jumlah orang yang ikut dalam setiap gelombang harus dipastikan tidak kurang dari 40 orang sebagaimana dipersyaratkan  para ulama. Karena dilaksanakan dalam kondisi darurat maka jumlah gelombang Juamatan harus sesuai kebutuhan. "Artinya jika sudah cukup dua gelombang maka tidak boleh membuat gelombang ketiga dan seterusnya," katanya.

Sebab dalam salah satu kaidah fikih dikatakan. "Apa saja yang dipebolehkan karena darurat, ditentukan menurut kadarnya."

Pendapat kedua, sebagian ulama berpendapat, sekiranya ta’ddud al-jum’ah di banyak tempat tak memungkinkan, maka solusinya bukan dengan mendirikan sholat Jumat secara bergelombang di satu tempat, melainkan mempersilakan umat Islam yang tidak mendapatkan kesempatan sholat  Jumat di satu tempat untuk sholat Zuhur di rumah masing-masing. 

Dengan ini, target pelaksanaan sholat Jumat di satu wilayah sudah terpenuhi, sementara mereka yang tak kebagian sholat Jumat di tempat itu dianggap sebagai orang uzur (ma’dzur) yang berhak mendapatkan dispensasi hukum (rukhshah).  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement