REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Taliban telah berhasil menguasai Afghanistan. Setelah mengamankan seluruh jalur perbatasan, pada Ahad (15/8) lalu, mereka sukses menduduki ibu kota Kabul dan istana kepresidenan.
Kendati demikian, seorang pemimpin Taliban mengungkapkan, masih terlalu dini untuk membahas bagaimana kelompok tersebut akan mengambil alih pemerintahan di Afghanistan.
“Kami ingin semua pasukan asing pergi sebelum kami mulai merestrukturisasi pemerintahan,” ujar seorang pemimpin Taliban yang enggan dipublikasikan identitasnya saat diwawancara Reuters pada Senin (16/8).
Dia mengatakan, semua anggota Taliban telah diperingatkan untuk tidak menakut-nakuti atau mengintimidasi warga sipil di Kabul. Penduduk di sana diperkenankan melanjutkan kegiatan sehari-hari mereka secara normal.
Sesaat setelah memasuki Kabul, ratusan, bahkan mungkin ribuan warga berbondong-bondong meninggalkan kota tersebut. Mereka enggan harus kembali hidup di bawah kontrol Taliban yang menerapkan hukum syariat konservatif. Namun ada pula warga yang bertahan.
Baca juga : Taliban akan Umumkan Negara Emirat Islam di Istana Presiden
“Kabul tampak seperti kota hantu saat saya berbicara. Semua toko, pasar, dan restoran tutup. Jalanan terlihat sepi. Kota ini dalam cengkeraman ketakutan dan kebingungan,” kata Anis Khan, seorang jurnalis yang berbasis di Kabul saat diwawancara stasiun penyiaran lokal, Geo News.
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani dilaporkan telah meninggalkan negara tersebut dan bertolak ke Tajikistan. Dia pergi sesaat setelah Taliban mulai memasuki Kabul. Saat ini mantan presiden Afghanistan Hamid Karzai, politisi veteran Gulbuddin Hekmatyar, dan perunding perdamaian terkemuka Afghanistan Abdullah Abdullah, telah membentuk dewan guna memastikan kelancaran transfer kekuasaan.
Hamid Karzai dan Abdullah mengkritik keras keputusan Ghani meninggalkan Afghanistan. “Dia (Ghani) meninggalkan Afghanistan pada saat yang sulit. Allah meminta pertanggungjawabannya,” ujar Abdullah.