REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar gestur dan mikroekspresi dari Asosiasi Psikologi Forensik (Apsifor), Monica Kumalasari, berpendapat Presiden Joko Widodo tampak tenang saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI, Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Senin.
Sementara dari sisi mikroekspresi, Monika menemukan beberapa hal, mulai dari kesedihan hingga terharu. Mikroeskpresi adalah emosi atau ekspresi yang terlihat pada wajah yang muncul secara cepat, yakni dalam waktu dua detik atau kurang. Gerakan sangat cepat ini merupakan emosi yang murni sebagai respons perasaan atas stimulus tertentu.
"Dalam pidato kali ini tidak terlihat hand gesture, sepertinya juga Presiden membaca skrip di layar, namun banyak emosi atau ekspresi yang terlihat pada mikroeskpresi dan ekspresi wajahnya," ujar Monika kepada Antara, Senin.
Monica yang menamatkan pendidikan psikologi di Universitas Indonesia itu mengatakan, ada beberapa kali ekspresi sedih yang ditunjukkan Presiden. Pertama, ketika ia membahas resesi dan krisis yang datang bertubi-tubi menerpa Indonesia setelah merdeka.
Presiden mengatakan, "Setiap ujian memperkokoh fondasi sosial, fondasi politik dan fondasi ekonomi bangsa Indonesia. Setiap etape memberikan pembelajaran dan sekaligus juga membawa perbaikan dalam kehidupan kita".
Ekspresi serupa juga tampak saat Jokowi memaparkan kelemahan Indonesia dari sisi kemandirian industri obat, vaksin, dan alat-alat kesehatan. Presiden mengatakan, "Pandemi telah mempercepat pengembangan industri farmasi dalam negeri, termasuk pengembangan Vaksin Merah-Putih, dan juga oksigen
untuk kesehatan".
Monica kembali melihat kesedihan saat Presiden Jokowi mengakui kesulitan masyarakat selama pandemi. Dia mengatakan, "Saya menyadari adanya kepenatan, kejenuhan, kelelahan, kesedihan, dan kesusahan selama pandemi Covid-19 ini".
Selain itu, ada juga mikroekspresi kemarahan yang ditunjukkan Jokowi. Pertama, saat ia memaparkan pandemi Covid-19 yang menguji sekaligus mengasah semua pilar kehidupan masyarakat.
Presiden mengatakan, "Ujian dan asahan menjadi dua sisi mata uang yang tidak terpisahkan. Bukan hanya beban yang diberikan kepada kita, tetapi kesempatan untuk memperbaiki diri".
Menurut Monica, ada kemungkinan Presiden marah pada pihak-pihak yang tidak mengambil hikmah dari pandemi Covid-19 yang merupakan krisis global bukan hanya di Indonesia. Kemarahan kedua, yakni saat Presiden menuturkan, "Tidak toleransi sedikitpun pada siapapun yang mempermainkan misi kemanusiaan dan kebangsaan ini".
Hal ini beliau katakan saat membahas kelemahan serius yang dialami saat ini, yakni kemandirian industri obat, vaksin, dan alat kesehatan. Presiden juga mengatakan komitmen pemerintah terus menjamin ketersediaan dan keterjangkauan harga obat.