REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Bandara Internasional Kabul dipenuhi ribuan warga Afghanistan, Senin (16/8). Mereka mencegat pesawat terbang yang hendak meninggalkan negara tersebut setelah Taliban merebut kekuasaan.
Otoritas Penerbangan Sipil Afghanistan warga berlarian ke bandara dan berusaha naik ke pesawat terbang yang hendak lepas landas. Akibatnya, jalur warga sipil pada bandara ditutup sampai pemberitahuan lebih jauh.
Militer AS dan pasukan Barat lainnya terus mengorganisir evakuasi. Video yang beredar di media sosial menunjukkan ratusan orang berlari melintasi landasan saat pasukan AS melepaskan tembakan peringatan ke udara. Dalam salah satu video menunjukkan kerumunan mendorong dan mendesak jalan menaiki tangga, mencoba naik pesawat, dengan beberapa orang tergantung di pagar.
Dalam video lain, ratusan orang terlihat berlari di samping pesawat angkut Angkatan Udara AS saat bergerak di landasan pacu. Beberapa menempel di sisi jet sesaat sebelum lepas landas.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan tentang berapa lama lagi pesawat dapat lepas landas dan mendarat dengan aman. Pentagon menolak mengomentari kekacauan di bandara.
Salah seorang yang bergabung dalam kekacauan di bandara adalah Shafi Arifi. Dia sebenarnya memiliki tiket untuk melakukan perjalanan ke Uzbekistan pada Ahad (15/8), tetapi tidak dapat naik ke pesawatnya karena penuh dengan orang-orang yang berlari melintasi landasan dan naik, tanpa polisi atau staf bandara yang terlihat.
Baca juga : Berharap Taliban akan Lebih Moderat?
"Tidak ada ruang bagi kami untuk berdiri. Anak-anak menangis, perempuan berteriak, pria muda dan tua sangat marah dan kesal, tidak ada yang bisa mendengar satu sama lain. Tidak ada oksigen untuk bernafas," kata pria berusia 24 tahun. Ia memilih menyerah dengan situasi dan pulang ke rumah setelah ada seorang perempuan pingsan dan dibawa turun dari pesawat.
Sedangkan di Kabul, suasana tenang yang tegang terjadi, dengan sebagian besar orang bersembunyi di rumah saat Taliban mengerahkan milisi di persimpangan utama. Ada laporan yang tersebar tentang penjarahan dan orang-orang bersenjata yang mengetuk pintu dan gerbang.
Jalanan sangat sepi untuk kota berpenduduk lima juta orang yang biasanya macet dengan lalu lintas. Milisi terlihat mencari kendaraan di salah satu alun-alun utama kota.
Warga Afghanistan juga mencoba pergi melalui penyeberangan perbatasan darat, yang sekarang dikendalikan Taliban. Rakhmatula Kuyash adalah salah satu dari sedikit orang dengan visa yang memungkinkan untuk menyeberang ke Uzbekistan pada Ahad.
Kuyash mengatakan anak-anak dan kerabatnya harus tetap tinggal. "Saya tersesat dan tidak tahu harus berbuat apa. Saya meninggalkan semuanya," katanya.
Taliban mengambil alih Kabul setelah Presiden Ashraf Ghani melarikan diri dari negara itu pada Ahad. Pasukan keamanan negara yang dilatih Barat runtuh atau melarikan diri karena tidak mampu menghadapi serangan milis yang mengoyak negara itu hanya dalam waktu sepekan atau menjelang rencana penarikan pasukan AS terakhir pada akhir bulan.
Banyak yang takut akan kekacauan, setelah Taliban membebaskan ribuan tahanan atau kembalinya ke jenis aturan brutal yang diberlakukan Taliban ketika terakhir berkuasa. Di bawah Taliban, sebagian besar perempuan dikurung di rumah dan para pelaku kejahatan menjalani amputasi atau eksekusi di depan umum. Para milisi ini telah berusaha untuk memproyeksikan moderasi yang lebih besar dalam beberapa tahun terakhir, tetapi banyak orang Afghanistan tetap skeptis.
Baca juga : Ashraf Gani Kabur ke Tajikistan dengan Gondol Berkoper Uang
Juru bicara Taliban, Suhail Shaheen, menjelaskan para milis telah diperintahkan untuk melindungi kehidupan, harta benda, dan kehormatan. Kelompok itu juga mengatakan akan tetap berada di luar kawasan diplomatik kelas atas yang menampung kompleks Kedutaan Besar AS.