Selasa 17 Aug 2021 06:59 WIB

DK PBB Desak Bentuk Pemerintahan Baru di Afghanistan

Taliban diminta mengakhiri pertempuran dan tak mendukung teroris.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Teguh Firmansyah
Taliban berjaga di gerbang utama menuju istana kepresidenan Afghanistan, di Kabul, Afghanistan, Senin, 16 Agustus 2021. Militer AS berjuang untuk mengatur evakuasi yang kacau dari Afghanistan pada hari Senin ketika Taliban berpatroli di ibu kota dan mencoba untuk memproyeksikan ketenangan setelah menggulingkan pemerintah yang didukung Barat.
Foto: AP/Rahmat Gul
Taliban berjaga di gerbang utama menuju istana kepresidenan Afghanistan, di Kabul, Afghanistan, Senin, 16 Agustus 2021. Militer AS berjuang untuk mengatur evakuasi yang kacau dari Afghanistan pada hari Senin ketika Taliban berpatroli di ibu kota dan mencoba untuk memproyeksikan ketenangan setelah menggulingkan pemerintah yang didukung Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan pada Senin (16/8) pembicaraan untuk membentuk pemerintahan baru di Afghanistan. Taliban diminta mengakhiri pertempuran.

Dewan beranggotakan 15 orang itu mengeluarkan pernyataan yang disetujui secara konsensus. DK PBB menekankan pentingnya memerangi terorisme di Afghanistan untuk memastikan negara-negara lain tidak terancam atau diserang.

Baca Juga

"Baik Taliban maupun kelompok atau individu Afghanistan lainnya tidak boleh mendukung teroris yang beroperasi di wilayah negara lain mana pun," ujar pernyataan itu.

DK PBB pun menyerukan penghentian segera semua permusuhan dan pembentukan, melalui negosiasi inklusif dengan melibatkan perempuan dalam pemerintahan.

Duta Besar Afghanistan untuk PBB Ghulam Isaczai meminta PBB untuk tidak mengakui pemerintahan apa pun yang mencapai kekuasaan dengan paksa atau pemerintah mana pun yang tidak inklusif.

Taliban memasuki ibu kota Kabul dan Presiden Ashraf Ghani meninggalkan Afghanistan pada Ahad (16/8). Kembalinya kekuasaan Taliban terjadi ketika Amerika Serikat (AS) dan pasukan asing lainnya meninggalkan negara itu setelah dua dekade.

Pasukan Afghanistan yang didukung AS menggulingkan Taliban dari kekuasaan pada 2001 karena menolak menyerahkan pemimpin Alqaidah Usamah bin Laden pascaserangan 11 September 2001 di AS.

Para ahli independen PBB melaporkan kepada DK bulan lalu, Alqaidah hadir di setidaknya 15 provinsi Afghanistan yang sebagian besar terdiri dari warga Afghanistan dan Pakistan. Ada juga orang-orang dari Bangladesh, India dan Myanmar.

 

"Afghanistan tidak boleh lagi menjadi surga bagi teroris. Ini adalah intinya. Kami berharap Taliban... memutuskan hubungan dengan organisasi teroris," kata wakil Duta Besar Cina untuk PBB Geng Shuang kepada dewan.  

Taliban pernah memerintah Afghanistan antara tahun 1996-2001. Mereka tidak mengizinkan perempuan bekerja, anak perempuan tidak diizinkan bersekolah, dan perempuan harus menutupi wajah. Perempuan pun harus ditemani oleh kerabat laki-laki jika mereka ingin keluar dari rumah mereka.

"Kami menerima laporan mengerikan tentang pembatasan ketat hak asasi manusia di seluruh negeri. Saya sangat prihatin dengan laporan pelanggaran hak asasi manusia yang meningkat terhadap perempuan dan anak perempuan Afghanistan," kata Sekjen PBB Antonio Guterres.

Duta Besar Irlandia untuk PBB Geraldine Byrne Nason meminta DK untuk berdiri bersama para perempuan Afghanistan. "Banyak laporan dan kredibel tentang eksekusi singkat, pernikahan paksa dan kekerasan seksual berbasis gender," ujarnya.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement