REPUBLIKA.CO.ID,HEBRON -- Aliansi Joint ist Arab mengumumkan akan mengajukan pengaduan pelanggaran terhadap praktik Israel di Masjid Ibrahim, Hebron.
Dilansir dari laman Aawsat pada Selasa (17/8), Anggota Joint List menegaskan bahwa mereka menyaksikan secara langsung serangan Israel terhadap hak-hak Palestina setelah mengunjungi Masjid. Kepala Joint List, Ayman Odeh mengatakan, tidak ada keraguan bahwa otoritas pendudukan Israel ingin mengubah karakter Arab, Islam dan Palestina dari al-Haram al-Ibrahimi.
Odeh menekankan bahwa pelanggaran ini berbahaya terkait dengan keputusan untuk meningkatkan pemukiman di Yerusalem yang diduduki dan wilayah Palestina lainnya. Odeh dan kepala partai lainnya telah tiba di Hebron untuk memeriksa situasi.
Delegasi mengunjungi kota tua Hebron, Masjid Ibrahim, dan kotamadya Hebron. Mereka diterima oleh walikota, Tayseer Abu Sneineh, anggota kotamadya, komite wakaf, dan Kamar Dagang. Mereka diberitahu tentang keputusan militer Israel untuk merebut tanah di sekitar Masjid Ibrahim, dan menutup bisnis di Kota Tua dan sekitarnya.
Abu Sneineh mengatakan, kunjungan itu menegaskan persatuan rakyat Palestina di semua wilayah, mengingat posisi anggota Joint List dalam menghadapi pendudukan dalam kasus Sheikh Jarrah, dan penyerbuan pemukim terhadap Masjid al-Aqsa.
Anggota koalisi Joint Arab List, Ahmad Tibi menegaskan bahwa tanah ini milik rakyat Palestina, dan menjelaskan bahwa tahap ini membutuhkan dukungan rakyat. Dia menyampaikan bahwa tujuan dari kunjungan itu untuk memantau pelanggaran pendudukan secara dekat, dan mengumpulkan informasi dari sumbernya sebelum melaporkan ke lembaga internasional.
Kepala departemen hubungan internasional untuk komisi Palestinian Colonization and Wall Resistance, Younes Arar, memperingatkan bahaya pada taraf ini sehubungan dengan upaya pendudukan untuk memaksakan kendalinya atas Masjid melalui pembentukan pos pemeriksaan elektronik, dan upaya berulang untuk mencegah panggilan untuk sholat.
Arar melaporkan bahwa sekitar 600 bisnis telah menutup pintu mereka di daerah dekat Kota Tua, dan semenjak intifada kedua, lebih dari 1.500 pemilik toko telah dilarang membuka toko mereka.