Selasa 17 Aug 2021 15:37 WIB

Petani Rawapening Gelar Upacara HUT RI di Lahan Tergenang

Dua tahun terakhir lahan itu tergenang elevasi danau Rawapening dan tak dapat ditanam

Rep: S Bowo Pribadi / Red: Agus Yulianto
  Petani Rawapening yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) menggelar upacara bendera memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-76 di atas lahan pertanian mereka yangvtergenang elevasi air danau Rawapening, di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Selasa (17/8).
Foto: Republika/bowo pribadi
Petani Rawapening yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) menggelar upacara bendera memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-76 di atas lahan pertanian mereka yangvtergenang elevasi air danau Rawapening, di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Selasa (17/8).

REPUBLIKA.CO.ID, UNGARAN -- Peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia, selalu diperingati oleh lapisan masyarakat dalam berbagai cara. Mulai dari cara formal hingga cara yang lain dari biasanya.

Di Desa Bejalen, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, sekelopok petani yang tergabung dalam Forum Petani Rawa Pening Bersatu (FPRPB) menggelar upacara bendera memperingati HUT Kemerdekaan RI ke-76 dengan mengenakan pakaian daerah.

Namun, upacara pengibaran bendera tersebut tidak di gelar di lapangan seperti lazimnya kegiatan upacara bendera. Melainkan di atas lahan sawah mereka yang sudah dua tahun terakhir tergenang elevasi danau Rawapening dan tidak dapat ditanami lagi.

Kendati genangan mencapai di atas lutut orang dewasa, namun pelaksanaan upacara bendera yang diikuto belasan perwakilan petani tersebut tetap berjalan dengan khidmat. 

"Ini sebagai bentuk bentuk protes kami, petani terdampak revitalisasi Rawapening kepada Pemerintah," ungkap Koordinator FPRPB, Suwestiyono saat dikonfirmasi wartawan, usai kegiatan upacara.

Dia mengatakan, Pemerintah tidak pernah mendengar keluhan para petani dan penggarap sawah di tepi danau Rawapening. Kalau Pemerintah mau mendengar mestinya kebijakan revitalisasi danau Rawapening bisa berdampingan dengan petani.

Tidak seperti sekarang, proyek nasional tersebut justru mengalahkan kepentingan petani. Karena petani yang ada di pinggiran danau Rawapening tidak bisa lagi bercocok tanam, akibat elevasi air dampak pekerjaan revitalisasi Rawapening.

Sehingga, sudah dua tahun ini para petani tidak berpenghasilan dari lahan pertanian mereka. "Tidak hanya petani di Desa Bejalen, tapi juga petani di Desa Rowoboni, Kecamatan Banyubiru dan petani di Desa Asinan, Kecamatan Bawen.

"Karena memang petani tidak lagi bisa menanam padi, setelah lahan garapannya tergenang elevasi Rawapening, akibat pintu air di Tuntang tidak dibuka bagi kepentingan pekerjaan revitalisasi danau alam tersebut," ujarnya.

Sampai saat ini, total luas area persawahan yang tergenang elevasi Rawapening sekira 900 hektare, dengan 450 hekatre di antaranya adalah tanah hak milik. Sementara sisanya adalah tanah milik negara yang digarap petani sesuai kewilayahan.

Bahkan, kegiatan menggarap lahan di pinggiran danau Rawapening sudah dilakukan secara turun temurun sejak zaman Belanda dulu. Oleh karena itu, para petani berharap Pemerintah bisa memberi solusi terhadap petani yang gagal tanam.

Padahal setiap lahan persawahan seluas 10 are--sebelumnya--bisa menghasilkan ķurang lebih 1 ton gabah. Jika dikonversikan dengan uang, maka tiap- tiap luasan 10 are bisa menghasilkan uang mencapai kisaran Rp 5 juta.

Oleh karena itu, petani bisa diberikan lahan garapan pengganti atas lahan garapan yang gagal tanam dan gagal panen. "Karena petani hidup dari sawah, jika tidak ada tanah garapan,  tentu tidak ada penghasilan sama sekali. "Terlebih saat ini masa pandemi," tandasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement