Selasa 17 Aug 2021 16:09 WIB

Golkar: Amandemen Terbatas UUD 1945 Belum Mendesak

Kendati demikian, fraksi-fraksi yang ada di MPR memiliki sikap masing-masing.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus Yulianto
Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Idris Laena.
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Anggota MPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Idris Laena.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Fraksi Golkar MPR Idris Laena menilai, kembali mengamandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diusulkan Ketua MPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo, belumlah mendesak dilakukan. Menurutnya, saat ini, semua pihak perlu fokus dalam penanganan pandemi Covid-19.

"Soal amandemen ini belum mendesak dan Sikap dari Partai Golkar soal amandemen ini sudah jelas sebagai bagian sikap partai, yang sudah tertuang dalam rekomendasi MPR periode sebelumnnya," ujar Idris lewat keterangan tertulisnya yang diterima, Selasa (17/8).

Adapun hal yang terkait dengan dasar hukum Pokok-pokoh Haluan Negara (PPHN), Fraksi Partai Golkar menilai hal tersebut cukup dengan undang-undang. Mengingat pembahasan itu dilakukan dalam situasi pandemi Covid 19, yang berdampak ke masyarakat. 

Pidato Presiden Joko Widodo dalam Sidang Tahunan MPR kemarin juga diapresiasinya. Karena dalam pidatonya, Jokowi mengapresiasi langkah MPR yang mengkaji substansi dan bentuk PPHN.

Kendati demikian, fraksi-fraksi yang ada di MPR disebutnya memiliki sikap masing-masing. Adapun Fraksi Partai Golkar tetap tegas tak setuju untuk mengkaji PPHN dengan harus melakukan amandemen terbatas.

“Sampai dengan saat ini belum ada keputusan apapun terkait produk hukum untuk mewadahi PPHN,” ujar Idris.

Sebelumnya Ketua MPR, Bambang Soesatyo, menyampaikan pidato dalam sidang tahunan MPR dan sidang bersama DPD-DPR, Senin (16/8). Dalam pidatonya, Bamsoet menyampaikan pentingnya keberadaan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPKN). Oleh karena itu, perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara terbatas perlu dilakukan.

"Untuk mewadahi PPHN dalam bentuk hukum Ketetapan MPR, sesuai dengan hasil kajian memerlukan perubahan Undang-Undang Dasar. Oleh karenanya, diperlukan perubahan secara terbatas terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 khususnya  penambahan wewenang MPR untuk menetapkan PPHN," kata Bamsoet dalam pidatonya, Senin (16/8).

Bamsoet mengatakan, perubahan terbatas UUD hanya dilakukan untuk mewadahi PPHN. Hal tersebut sesuai dengan rekomendasi MPR periode 2009-2014, dan MPR periode 2014-2019, serta hasil kajian MPR periode 2019-2024.

"Perlunya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) yang bersifat filosofis dan arahan dalam pembangunan nasional, untuk memastikan keberlangsungan visi dan misi negara sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945," ujarnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement