Selasa 17 Aug 2021 16:35 WIB

Usai Olimpiade, Ekonomi Jepang Bangkit

Meski tumbuh 1,3 persen, ekonomi Jepang tak melonjak seperti AS yang naik 6,5 persen.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Dwi Murdaningsih
Bendera Olimpiade diturunkan saat upacara penutupan di Stadion Olimpiade pada Olimpiade Musim Panas 2020, Minggu, 8 Agustus 2021, di Tokyo, Jepang.
Foto: AP/David Goldman
Bendera Olimpiade diturunkan saat upacara penutupan di Stadion Olimpiade pada Olimpiade Musim Panas 2020, Minggu, 8 Agustus 2021, di Tokyo, Jepang.

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Ekonomi Jepang rebound lebih cepat dari yang diharapkan setelah Olimpiade Tokyo. Angka resmi menunjukkan ekonomi terbesar ketiga di dunia itu tumbuh dua kali lipat dari perkiraan pada bulan April hingga Juni.

Namun, para analis memperingatkan pertumbuhan akan moderat pada kuartal ini setelah keadaan darurat diberlakukan kembali untuk meredakan lonjakan infeksi Covid-19. Sementara itu, data baru juga menunjukkan bahwa pemulihan ekonomi China mulai melemah.

 

Data awal menunjukkan produk domestik bruto (PDB) Jepang tumbuh 1,3 persen secara tahunan pada kuartal kedua tahun ini. Itu terjadi setelah penurunan 3,7 persen dalam tiga bulan sebelumnya.

 

Angka-angka terbaru jauh lebih baik dari perkiraan kenaikan 0,7 persen dan datang karena pengeluaran oleh individu dan bisnis bangkit kembali dari dampak awal virus corona.

 

Namun, pemulihan Jepang tetap jauh lebih lambat daripada yang terlihat di negara maju lainnya seperti AS, yang mencatat lonjakan 6,5 persen dalam PDB untuk kuartal kedua tahun ini.

 

Rebound Jepang yang relatif lemah menyoroti bagaimana pemerintah telah berjuang untuk menahan pandemi.

 

"Saya memiliki perasaan yang sangat campur aduk tentang hasil PDB ini," kata Menteri Ekonomi Yasutoshi Nishimura setelah data dirilis, dilansir di BBC, Senin (16/8).

 

"Prioritas kami adalah mencegah penyebaran virus. Sangat buruk bagi perekonomian karena situasi ini berlarut-larut," tambahnya.

 

Pada tahun 2020, ekonomi Jepang menyusut lebih dari 4,8 persen sepanjang tahun, kontraksi pertama dalam lebih dari satu dekade.

 

Ekonomi negara itu muncul dari pukulan awal tahun lalu dari pandemi berkat ekspor yang kuat, meskipun peluncuran program vaksinasi yang lambat dan serangkaian tindakan darurat telah mengurangi konsumsi.

 

Pada saat yang sama lonjakan kasus varian Delta di bagian lain Asia telah mengganggu rantai pasokan untuk beberapa pabrikan Jepang. Ini dapat merusak output pabrik dan mengancam pemulihan yang sudah rapuh.

 

 

Sementara itu, di China output pabrik dan penjualan ritel keduanya naik lebih lambat dari perkiraan bulan lalu, dibandingkan tahun lalu. Ini adalah tanda terbaru bahwa pemulihan ekonomi terbesar kedua di dunia kehilangan mesin penggerak karena pertumbuhan ekspor melambat dan wabah Covid-19 mengganggu bisnis.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement