REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana mengatakan Indonesia harus menunggu dan tidak perlu tergesa-gesa dalam memberikan pengakuan kepada pemerintahan baru Taliban di Afghanistan.
"Pasca-pejuang Taliban menyatakan telah menguasai Ibu Kota Afghanistan pada Minggu malam lalu, Indonesia perlu menunggu beberapa saat untuk mengakui pergantian pemerintah mengingat hingga saat ini belum ada kepastian siapa yang menjadi pemimpin dalam pemerintahan," ujar Hikmahanto Juwana dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (17/8).
Dalam hukum internasional pergantian pemerintahan ada dua mekanisme, kata dia. "Pertama secara konstitusional dan inkonstitusional. Kalau konstitusional maka pergantian pemerintah berproses berdasarkan konstitusi," ujar Rektor Universitas Jenderal A. Yani itu. Sementara yang inkonstitusional adalah pergantian pemerintah yang tidak berdasarkan konstitusi di suatu negara. Apa yang saat ini terjadi di Afghanistan adalah pergantian pemerintahan yang inkonstitusional, kata dia.
"Oleh karenanya perlu ditunggu beberapa saat sehingga Indonesia tahu siapa individu yang menjadi pemegang kekuasaan di Afghanistan," kata dia.
Ia mengatakan ada 3 aspek yang menjadi pertimbangan. Pertama adalah konstelasi internal di Afghanistan sendiri.Kedua pandangan masyarakat internasional. Terakhir adalah pertimbangan politis internal di Indonesia.Bentuk pengakuan Indonesia bisa secara tegas tapi bisa juga secara diam-diam kepada pemerintahan baru di Afghanistan, kata dia.
Baca juga : Kala Taliban Musuhi dan Perangi ISIS
"Tegas di sini adalah Indonesia menyatakan atau memberi selamat kepada pemerintahan baru," kata dia. Sementara diam-diam maksudnya tanpa ada pernyataan, tetapi Indonesia sudah berhubungan dengan pemerintah baru di Afghanistan.
"Bila pemerintah terlalu tergesa-gesa memberi pengakuan dikhawatirkan justru menjadi fatal," ujar Hikmahanto.
Alasan pertama, kata dia, belum diketahui secara pasti siapa yang menjabat. Alasan kedua, bila asal mengakui individu tertentu justru bisa menjadi sumber masalah bagi internal Afghanistan mengingat saat ini sedang berlangsung negosiasi damai terkait siapa yang menjadi pemimpin baru.