REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani, menjelaskan alasan pidato Presiden RI Joko Widodo pada Sidang Tahunan MPR, Senin (16/8), tidak menyinggung isu hak asasi manusia (HAM) dan korupsi. Dalam pidato di MPR, Jokowi lebih banyak mengangkat soal penanganan pandemi Covid-19.
"Topik khusus pandemi Covid-19 merupakan bentuk perhatian Presiden tidak hanya sebagai kepala pemerintahan, namun juga sebagai kepala negara yang berupaya menangkap denyut tantangan yang tengah dihadapi Indonesia sebagai suatu bangsa," ujar Jaleswari dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Selasa (17/9).
Jaleswari menegaskan, tidak ada yang bisa membantah bahwa pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari 16 bulan ini, menguras tenaga seluruh lapisan masyarakat. Momentum pidato kenegaraan 16 Agustus, Senin kemarin, kata dia, menjadi perhatian seluruh elemen bangsa.
Oleh karenanya, momentum tersebut dipergunakan semaksimal mungkin untuk menyatukan bangsa yang tengah diuji untuk semakin bersatu dan saling membantu agar dapat segera keluar dari pandemi. Jaleswari menekankan terkait isu HAM dan isu penanganan korupsi, Presiden jelas telah mengatakan bahwa walaupun bangsa Indonesia sangat berkonsentrasi dalam menangani permasalahan kesehatan, tetapi perhatian terhadap agenda-agenda besar menuju Indonesia Maju tidak berkurang sedikit pun.
"Agenda besar menuju Indonesia Maju, tentu perlu dimaknai mencakup isu HAM dan isu penanganan korupsi. Hal demikian terbukti di rekam jejak kebijakan yang diambil oleh Presiden di fase pemerintahannya dari tahun ke tahun," katanya.
Untuk bidang HAM, dia mencontohkan, sudah ada Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2020 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2020-2024 yang salah satu fokusnya adalah penanganan pelanggaran HAM yang berat melalui upaya pemenuhan hak-hak korban, hingga Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 yang memberikan fokus terhadap kelompok sasaran perempuan; anak; penyandang disabilitas; dan kelompok masyarakat adat.
Sementara untuk isu terkait penanganan korupsi ada Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi yang menjadi landasan aksi pencegahan korupsi setiap dua tahun sekali, termasuk yang sedang berlangsung saat ini, hingga dibentuknya Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau dikenal juga sebagai sistem Online Single Submission (OSS) yang dibentuk untuk mendukung upaya pencegahan korupsi dan tindak pidana pencucian uang.