Rabu 18 Aug 2021 06:35 WIB

Kearifan Lokal Dalam Pembelajaran Sejarah Digital

Sejarah mesti dilihat dari dua sisi, dari sisi luar dan sisi dalam.

Red: Irwan Kelana
Uhamka menggelar  webinar nasional dengan tema Pendidikan dan Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Sejarah Digital: Tantangan dan Harapan, Senin (16/8).
Foto: Dok Uhamka
Uhamka menggelar webinar nasional dengan tema Pendidikan dan Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Sejarah Digital: Tantangan dan Harapan, Senin (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Program Studi Pendidikan Sejarah, Universitas Muhammadiyah Prof DR HAMKA   (Uhamka) bekerja sama dengan Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah Se-Indonesia (P3SI) mengadakan kegiatan webinar nasional dengan tema “Pendidikan dan Kearifan Lokal dalam Pembelajaran Sejarah Digital: Tantangan dan Harapan”, Senin (16/8).

Kegiatan yang dihadiri oleh para dosen, guru, dan mahasiswa dari seluruh daerah se-Indonesia ini membahas mengenai pembelajaran sejarah berbasis digital terutama mengenai kearifan lokal.

Kegitan ini dihadiri oleh Ketua Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah Se-Indonesia (P3SI), Abdul Syukur. “Kegiatan hari ini sangat penting untuk dibahas terutama terkait pendidikan dan kearifan lokal dalam pembelajaran sejarah digital. Pembelajaran sejarah memiliki dua fungsi, yakni  faktor integrasi dan dapat juga menjadi faktor distegrasi,” ucap Abdul Syukur seperti dikutip dalam rilis yang diterima Republika.co.id.

Sambutan sekaligus membuka acara webinar nasional yang dilakukan oleh Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Uhamka, Andi. Dia menyoroti konteks informasi di era digital dan kaitannya dengan pembelajaran sejarah. 

“Di era digitalisasi, terutama dalam memahami mengenai konteks informasi yang didapatkan, banyak sekali informasi yang tidak sesuai dengan kenyataanya. Pembelajaran sejarah tentunya memiliki banyak sekali inovasi-inovasi. Hal tersebut, untuk mengatasi problematika terkait paradigma pembelajaran sejarah yang di anggap membosankan,” ucap Andi.

Webinar nasional di pandu oleh  Silvy Mei Pradita sebagai moderator untuk mengawali kegiatan diskusi. “Pendidikan sebagai penentu dalam menyosong masa depannya, terutama di era digitalisasi, peran pendidingan sangat penting. Sebagai upaya dalam pembelajaran selama masa Pandemi Covid-19 yaitu dengan pembelajaran daring. Terutama dalam pembelajaran sejarah yang masih di anggap kering kurangnya keikusertaan peserta didik dalam menganalisis sumber sejarah,” ucap Silvy Mei Pradita.

Pemaparan materi pertama yang dibawakan oleh Susanto Zuhdi tentang Pembelajaran Sejarah Dalam Era Digital & Pemanfaatan Sumber Sejarah.

“Dalam Revolusi 4.0 Teknologi Informasi digital dan disrupsi dalam kecakapan untuk memanfaatkannya, jangan gampang untuk bertindak. Dalam pembelajaran terutama di era pandemi  yaitu adanya perubahan sikap dan kemampuan beradaptasi. Dalam pemanfaatn sumber sejarah digital, kita tinjau dalam metode yang diterapkan,” ucap Susanto Zuhdi.

Materi kedua dibawakan oleh Nana Supriatna tentang Guru Sejarah Kreatif di Era Digital: Menggali kearifan lokal untuk pembelajaran kontekstual. Dia menekankan pembelajaran sejarah dengan cara yang menarik dan menyenangkan.

“Pembelajaran kontekstual melalui kearifan lokal yaitu dengan menggunakan beberapa proses pembelajaran sejarah yang menarik seperti Family History di SMK Negeri 1 Subang, Tradisi lokal di SMA YPPK Adhi Luhur Nabire, dan Living Museum di SMK PPN Lembang. Untuk merealisasikan pembelajaran tersebut tentunya harus dipersiapkan dengan matang terutama untuk menghadapi tantangan seperti literasi digital dan pembelajaran sejarah kreatif yang membutuhkan cara dalam penilaian yang kreatif,” papar Nana Supriatna.

Sementara itu, Dekan FKIP Uhamka Desvian Bandarsyah menjelaskan tentang Pembelajaran Sejarah di Era Digital, Tantangan dan Harapan. Bagi Desvian, sejarah mesti dilihat dari dua sisi, dari sisi luar dan sisi dalam.

“Sisi luar dapat terlihat secara rekaman siklus periode dan kekuasan masa lampau. Tetapi jika dilihat secara dalamnya, sejarah merupakan penalaran kritis (nadhar) dan usaha cermat untuk mencari sebuah kebenaran,” tutur Desvian Bandarsyah.

Ia menambahkan, proses pembelajaran tidak bisa menyalahkan terutama sosok guru yang menggunakan metode ceramah, karena metode tersebut untuk mentrasformasikan secara pemahaman tenaga pendidik terhadap peserta didik. Sehingga pentingnya pemahaman mengenai konteks pembelajaran digital sehingga peserta didik dapat memahami konteks dalam pembelajaran sejarah secara maksimal. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement