Rabu 18 Aug 2021 07:14 WIB

NATO: Kesalahan ada di Pemimpin Afghanistan

Ashraf Ghani dinilai menjadi pemimpin yang membawa Afghanistan ke jurang tragedi.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Teguh Firmansyah
FILE - Dalam file foto 21 Maret 2021 ini, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berbicara dalam upacara merayakan Tahun Baru Persia, Nowruz di istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan. Presiden Afghanistan yang diperangi meninggalkan negara itu pada hari Minggu, 15 Agustus 2021, bergabung dengan warga negaranya dan orang asing dalam penyerbuan yang melarikan diri dari Taliban yang maju dan menandakan berakhirnya eksperimen Barat selama 20 tahun yang bertujuan untuk membangun kembali Afghanistan.
Foto: AP/Rahmat Gul
FILE - Dalam file foto 21 Maret 2021 ini, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani berbicara dalam upacara merayakan Tahun Baru Persia, Nowruz di istana kepresidenan di Kabul, Afghanistan. Presiden Afghanistan yang diperangi meninggalkan negara itu pada hari Minggu, 15 Agustus 2021, bergabung dengan warga negaranya dan orang asing dalam penyerbuan yang melarikan diri dari Taliban yang maju dan menandakan berakhirnya eksperimen Barat selama 20 tahun yang bertujuan untuk membangun kembali Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Selasa (17/8) menyalahkan kepemimpinan Afghanistan karena gagal melawan Taliban. Menurutnya, Presiden Ashraf Ghani sebagai pemimpin negara telah membawa Afghanistan ke jurang tragedi.

"Pada akhirnya, kepemimpinan politik Afghanistan gagal melawan Taliban dan mencapai solusi damai yang sangat diinginkan warga Afghanistan. Kegagalan kepemimpinan Afghanistan ini menyebabkan tragedi yang kita saksikan hari ini,” kata Stoltenberg, dilansir Anadolu Agency, Rabu (18/8).

Baca Juga

Stoltenberg mengakui bahwa sebagian pasukan keamanan Afghanistan telah bertempur dengan berani. Namun secara garis besar, Afghanistan telah mengalami sebuah keruntuhan militer dan politik dengan cepat.

Menurut Stoltenberg, aliansi militer perlu mengambil penilaian yang jujur ​​dan adil atas kehadirannya selama dua dekade di Afghanistan. Dia juga menjelaskan bahwa, NATO menghadapi dilema tentang mengakhiri misi militer di Afghanistan. Mereka harus memilih antara risiko pengambilalihan Taliban atau pertempuran terbuka.