REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi memiliki cara unik untuk merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia (RI) yang ke 76 tahun. Dedi merayakannya Hari Kemerdekaan RI bersama sejumlah petani di kampung Salam, Desa Giri Mulya, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (17/8).
Dedi Mulyadi bertindak sebagai pemimpin upacara, sedangkan pesertanya adalah para petani. Mereka mengibarkan bendera merah putih seraya menyanyikan lagu Indonesia Raya.
"Peringatan Agustusan tahun ini sangat berbeda. Saya menikmatinya bersama warga di kaki Gunung Giri Mulya. Mereka menggantungkan hidup dari tanah garapan," ujar Dedi kepada wartawan, Rabu (18/8).
Pada momen kemerdekaan itu, Dedi Mulyadi mengaku, terharu berada di antara petani yang biasa mengolah tanah menjadi pangan. Kemudian bisa bersama-sama dengan petani menyanyikan Indonesia Raya.
"Kepada para petani yang sehari-harinya akrab dengan cangkul, pakaian kotor bertabur tanah dan berlumur keringat, ternyata memiliki semangat nasionalisme yang tinggi," katanya.
Dedi menyebut, nasionalisme petani yang setiap hari bergumul lumpur lebih tinggi dibanding para elit di republik ini.
“Mungkin mengalahkan semangat nasionalisme sebagian para elit negeri ini. Jujur sebagai anggota DPR saya malu menyaksikan begitu tingginya semangat para petani dalam mencintai tanah airnya," katanya.
Di momen itu, Dedi Mulyadi berbagi kebahagiaan dengan para petani. Salah satunya, mengajak para petani untuk memanfaatkan lahan tak tergarap yang cukup luas menjadi lahan produktif.
“Sebagai bentuk kadeudeuh abdi (kasih sayang saya, red) kepada para petani, saya ingin memberi bantuan berupa bibit dan pupuk jagung buat pakan ternak," kata Dedi.
Dengan pertimbangan, kata dia, pertama, bisa dipanen per tiga bulan. Kedua, pasarnya juga jelas, yakni buat para peternak. "Saya berharap, bantuan ini bisa sedikit meringankan beban para petani yang sedang kesusahan,” katanya.
Dedi menjeleskan, di daerah yang ia kunjungi tersebut tanahnya cukup subur. Karena, menghasilkan singkong, kapol, kelapa dan pisang. Namun, di masa pandemi ini masyarakat mengeluh kesulitan menjual hasil pertaniannya
"Lagi-lagi, mereka mengeluh soal hasil panen pisang yang sulit laku terjual. Keterbatasan ekonomi tidak membuat mereka berkecil hati," katanya.
Namun, Dedi justru salut dengan masyarakat di kaki Gunung Giri Mulya itu, karena justru mampu melahirkan kebahagiaan di balik kepasrahan yang mereka lakukan.