Rabu 18 Aug 2021 16:55 WIB

Epidemiolog: Kematian Covid-19 Cenderung pada Usia Produktif

Isolasi mandiri yang benar menjadi kunci menakan kematian akibat covid-19.

Petugas Public Safety Center 119 (PSC 119) bersama petugas puskesmas memasukkan jenazah pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman) ke dalam ambulans di Jalan Cibarengkok, Sukajadi, Kota Bandung.
Foto: ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA
Petugas Public Safety Center 119 (PSC 119) bersama petugas puskesmas memasukkan jenazah pasien Covid-19 yang meninggal saat isolasi mandiri (isoman) ke dalam ambulans di Jalan Cibarengkok, Sukajadi, Kota Bandung.

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Epidemiolog asal Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Ridwan Amiruddin mengemukakan angka kematian di Sulawesi Selatan tampak mengalami peningkatan. Kecenderungannya, kematian mulai ke kelompok remaja dewasa produktif.

Sebelum PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), kata Prof Ridwan di Makassar, Selasa, tingkat kematian masyarakat akibat COVID-19 berada di angka 1,5 persen. Selama PPKM meningkat hingga 1,9 persen.

Baca Juga

"Artinya kematian yang tinggi ini sudah menyasar juga kelompok produktif, karena tidak terlepas dari isolasi mandiri yang didorong oleh pemerintah sebelumnya," ujarnya.

Kematian yang tinggi di Rumah Sakit itu dinilai adalah mata rantai dari isolasi mandiri yang tidak terkelola dengan baik. Khususnya untuk usia produktif rata-rata usia 25-50 tahun.

"Harapannya bagaimana agar kasus ringan dan sedang dapat dikelola supaya tidak mengalami perburukan," ujar Guru Besar FKM Unhas tersebut.

Jika langkah isolasi mandiri ini tidak dilaksanakan seperti itu, menurut Ridwan, maka orang yang terkonfirmasi positif dan isolasi di rumahnya, bisa jadi klaster baru dalam keluarga. Dengan begitu, tingkat penularan akan terus tinggi karena sumbernya di tingkat rumah tangga.

Ia menjelaskan, dengan adanya varian Delta baru, maka 4-5 hari setelah terinfeksi pemburukan akan terjadi."Pasien COVID-19 terindikasi virus COVID-19 varian Delta tidak sempat diberikan pelayanan, mau ke rumah sakit terlambat karena transportasi, sampai di rumah sakit masih antre di UGD hingga tidak dapat pelayanan dan akhirnya meninggal di situ. Secara global, varian Delta berpengaruh sekitar 92 persen termasuk di Indonesia," katanya.

Prof Ridwan mengatakan COVID-19 ini masih menjadi pandemi dan itu akan turun jadi endemik. Artinya, COVID-19 akan ada sepanjang masa dan sudah menjadi hal yang biasa.

"Ada skenarionya, dia bisa hilang dengan sendirinya dan dia muncul 50 atau 100 tahun lagi," kata dia.

Menurut dia, isolasi mandiri yang bagus dan sesuai tentu akan memperbaiki kondisi kasus COVID-19 atau semakin menurun angka penularannya. Selain itu, vaksin yang ada betul-betul berfungsi memberi perlindungan di angka cakupan 70 persen untuk bisa lepas dari krisis ini.

"Pemerintah harus siapkan logistik secara maksimum. Sekarang di angka 25 persen cakupannya," ujarnya.

Paling penting, lanjut Ridwan adalah meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan. "Jika mau keluar dari krisis COVID-19 harus melalui pendekatan kesehatan masyarakat yakni kepatuhan prokes di atas 95 persen sementara saat ini masih sekitar 70 persen," katanya.

 

sumber : antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement