REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Priyantono Oemar dan Ali Mansur
Pekerja seks daring mengisi sekitar 50 persen hotel kecil di Salemba Raya, Jakarta Pusat, ketika polisi dari Polda Metro Jaya menggerebek mereka di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Senin (9/8). Seperti di kasus-kasus penggerebekan sebelumnya, mereka juga harus menjalani uji usap antigen sebelum dikirim ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) di Pulogadung. Delapan di antaranya masih di bawah umur. Mereka, berempat sampai berenam, mengisi satu kamar.
Berbeda dengan mereka, Put (27 tahun) bisa menyewa kamar penginapan di Setiabudi, Jakarta Selatan, untuk diisi sendirian. Ia mengaku tak ada tamu yang datang di penginapannya sejak PPKM Darurat pada 3 Juli 2021. Lantas, mulai 5 Juli ia memutuskan libur mencari tamu. Ini juga pernah ia lakukan saat ada Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di awal pandemi.
Pada hari pengumuman PPKM Darurat diperpanjang, tiba-tiba ada yang mengajaknya kencan dan memberinya Rp 1,5 juta. Ia begitu senang, setelah 15 hari tak ada penghasilan. Ia tak peduli dengan perpanjangan PPKM Darurat. Sedari awal ia memang tak peduli dengan pandemi, kendati tetap ada perasaan waswas terpapar Covid-19. "Namanya hidup, mati bisa kapan saja," ujar Put, Kamis (29/7).
Ia sering jengkel pada para calon tamu yang beralasan tak bisa datang ke tempatnya gara-gara PSBB/PPKM. Ia ungkapkan kekesalannya itu dengan tulisan huruf besar lewat status di akun aplikasi pertemanan: "Dikira di rumah aja kagak bisa kena Covid? Orang yang keparnoan gitu takut mati, yang malah cepet kena Covid, Liatin aja."
Baca juga : Nakes yang Disuntik Vaksin Moderna Alami Gejala KIPI
Bekerja melayani laki-laki hidung belang dengan tarif Rp 1 juta untuk pijat plus-plus, membuat Put tiap hari melakukan kontak fisik dengan para tamu di kamar kosnya di Setiabudi, Jakarta Selatan. Tak ada protokol kesehatan yang diterapkan. Untuk mencegah terpapar Covid-19, ia mengonsumsi berbagai vitamin dan melakukan uji usap.
Tamu bertanya soal uji usap antigen dan vaksinasi kepada mereka, tetapi mereka tak pernah menanyakan hal serupa kepada tamu.
Berbeda dengan Put, Ang –mengaku kelahiran 1989-- termasuk yang dihinggapi rasa panik di awal-awal pandemi. “Saya beli vitamin sampai Rp 4 juta, pas harga vitamin saat itu melonjak mahal karena banyak yang nyari,” ujar Ang yang juga kos di Setiabudi, Jakarta Selatan, sejak 2012. Saat ini tarif kamar kosnya Rp 3,5 juta per bulan.
Namun, Ang kini sudah terbiasa. Bahkan di saat PPKM Darurat kemarin, tamu tetap ada yang datang meski ada penyekatan jalan. Ia mengaku ada tamu dari Tangerang yang datang dengan kesepakatan tarif Rp 1,5 juta sekali kencan. Ang yang pada 2015 menjadi model majalah pria dewasa itu memasang tarif Rp 2 juta untuk sekali kencan.
Dengan kulit putihnya yang kinclong karena rajin perawatan dan suntik kolagen, Ang mengaku masih ada yang setuju dengan tarif yang ia tetapkan. Untuk kencan long time, tarifnya berbeda. Kencan di luar kota juga berbeda lagi tarifnya. Tapi banyak yang menawar Rp 400 ribu–Rp 500 ribu. Karenanya, di akun aplikasi pertemanan, ia sering menyindir para calon tamu yang menawar dengan harga lebih rendah dari harga sandal yang dia punya.