REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan, gaya hidup masyarakat yang mengarah digitalisasi melalui transaksi nontunai menjadi tantangan penerimaan pajak. Hal ini mampu memunculkan celah-celah kecurangan, sehingga berpotensi pajak bisa berkurang.
Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo mengatakan, digitalisasi juga berisiko menggerus potensi penerimaan negara."Karena itu, apabila DJP tidak adaptif terhadap perubahan teknologi tersebut, akan kehilangan potensi pajak yang akan berujung pada kurangnya penerimaan bagi negara," ujarnya saat webinar DJP TI Summit 2021, Rabu (18/8).
Maka itu, lanjut Suryo, pihaknya berupaya mengoptimalkan potensi pajak berbasis digital data mining. Setidaknya upaya tersebut membutuhkan sumber daya manusia (SDM) dan sistem yang berkualitas, mengingat proses penggalian data membutuhkan kompetensi yang sangat rumit, seperti artificial intelligence, teknik statistika, matematika, pembelajaran mesin, dan sebagainya.
“Kecerdasan buatan tersebut pun dapat memberikan arah, panduan, prioritas, hingga mitigasi risiko pada saat DJP melakukan pekerjaan,” ucapnya.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat beradaptasi melakukan pembelajaran penggunaan data di dalam era teknologi.
"Saya berharap Ditjen Pajak turut serta bahkan terus berpartisipasi, beradaptasi melakukan pembelajaran bagaimana penggunaan data di dalam era tekno digital yang luar biasa ini baik pelayanan pajak untuk membangun ekonomi Indonesia, dan tentu akhirnya juga memungut pajak secara adil dan efisien," ucapnya.
Menurutnya DJP memiliki tantangan sekaligus peluang untuk mengakses data set dari pelaporan wajib pajak. Direktorat Jenderal Pajak dapat menggunakannya untuk memahami kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat.
Dari analisis data tersebut, DJP juga bisa mendesain kebijakan yang lebih baik, tidak hanya sekadar soal memungut pajak. DJP juga akan mampu meningkatkan kualitas pelayannya.
"Jadi ini tidak hanya melulu mengumpulkan pajak, tapi bagaimana kita bisa merancang dan merancang kembali perekonomian kita yang terus berubah karena berbagai macam faktor; shock pandemi, ekonomi digital dan globalisasi," ucapnya.