REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ibadah haji identik dengan perjalanan hidup Nabi Ibrahim. Untuk itu dalam surah Al-Hajj ayat 26 Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim tidak mempersekutukannya dan sucikanlah Baitullah sebagai tempat ibadah.
"Allah SWT menempatkan Nabi Ibrahim AS di Baitullah dan berkata, "Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun, dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud."
Prof Quraish Shihab mengatakan, ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad saw. untuk mengingatkan mereka dan semua pihak tentang sejarah pembangunan kembali Masjid itu serta tujuannya, kiranya dengan demikian menjadi jelas bahwa apa yang dilakukan kaum musyrikin Makah sungguh bertentangan dengan tujuan pembangunan dan keberadaan Masjid itu.
Ayat ini menyatakan: Dan ingatkan jugalah kepada siapa pun, termasuk orang-orang musyrik yang mengaku pengikut Nabi Ibrahim as."
Artinya ayat ini ketika Kami (Allah SWT) menempatkan yakni menunjukkan buat Nabi Ibrahim tempat al-Bait yakni Bait Allah yaitu Ka‘bah lalu atas perintah Kami dia bersama putranya Isma’il as. membangunnya kembali dan setelah selesai pembangunannya Kami berfirman kepadanya:
"Janganlah engkau memperserikatkan dengan Aku dalam beribadah sesuatu apapun dan sedikit perserikatan pun dan sucikanlah rumah-Ku ini dari segala kekotoran lahir dan batin agar siap menjadi tempat ibadah bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang berdiri secara sempurna untuk berdoa dan mengabdi serta bagi orang-orang yang ruku', sujud yakni shalat"
Dari ayat ini diketahui bahwa berkunjung untuk melaksanakan ibadah haji merupakan ibadah yang telah dikenal jauh sebelum masa Nabi Muhammad SAW, yakni sejak masa Nabi Ibrahim as. Pada masa Jahiliah, kaum musyrikin Mekah pun melaksanakannya, tetapi dalam bentuk yang telah menyimpang dari tuntunan Nabi Ibrahim as.
Mereka pun melakukan thawaf, tetapi sebagian mereka melakukannya tanpa busana, dengan alasan bahwa seseorang harus benar-benar suci ketika berkeliling di Baitullah, padahal pakaian sedikit atau banyak telah dinodai najis, atau dipakai berdosa.Kata "bawiva’na" terambil dari kata "tabawwu’yaitu" bertempat tinggal, atau menyediakan dan memungkinkan bertempat tinggal.
Banyak yang memahaminya dalam arti menunjukkan kepada Nabi Ibrahim as. tempat pondasi Ka'bah agar beliau membangunnya kembali.
Thabathaba’i memahami firman-Nya: "Bawwa’na li lbrahim" makan al-Bait, dalam arti Allah menjadikan tempat al-Bait sebagai 'maba' yakni tempat kembali kepada Allah dengan kata lain beribadah kepada- Nya, bukan menjadikannya tempat tinggal.
Ini agaknya karena ulama tersebut memahaini kata bawwa’nd terambil dari kata ba’a yang berarti kembali.