REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN - Jerman pada Rabu mendesak Iran untuk kembali ke pembicaraan nuklir di Wina, menyusul laporan lain oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA) bahwa Teheran telah mengembangkan program pengayaan uraniumnya.
“Saya dapat memberi tahu Anda atas nama pemerintah federal bahwa produksi logam uranium yang diperkaya hingga 20 persen dan peningkatan kapasitas pengayaan uranium hingga 60 persen jelas bertentangan dengan JCPOA [Rencana Aksi Komprehensif Gabungan],” kata Christofer Burger, juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman, pada konferensi pers di Berlin.
“Iran tidak memiliki pembenaran sipil yang masuk akal untuk langkah-langkah ini, tetapi sebaliknya memperoleh pengetahuan dan keterampilan militer yang relevan. Kami melihat langkah-langkah yang sangat negatif ini semakin kritis karena Iran saat ini telah menangguhkan negosiasi nuklir Wina,” tutur Burger.
Dia mengatakan Teheran harus kembali ke negosiasi di Wina untuk mencapai kesepakatan.
“Kami mendesak Iran untuk kembali ke meja perundingan dengan sikap konstruktif. AS telah membuat penawaran ekstensif dan siap untuk kembali ke JCPOA.”
“E3 [Jerman, Prancis, dan Inggris] juga siap untuk melanjutkan pembicaraan. Iran seharusnya tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mencapai kesepakatan ini,” kata juru bicara itu.
Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas telah berulang kali memperingatkan Teheran bahwa negosiasi pada kesepakatan 2015 “tidak dapat berlangsung tanpa batas”.
Prancis, Jerman, dan Inggris, serta Rusia dan China, telah meningkatkan upaya diplomatik yang bertujuan untuk melestarikan perjanjian tersebut. Negosiasi nuklir terhenti sejak pelantikan Presiden baru Iran Ebrahim Raisi, yang mengatakan dia mendukung upaya untuk mencabut sanksi AS.