REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Pemimpin senior Taliban, Wahedullah Hashimi, mengatakan peran perempuan di Afghanistan, termasuk hak mereka bekerja, memperoleh pendidikan, dan cara berpakaian, akan diputuskan oleh dewan ulama Islam.
“Ulama kami akan memutuskan apakah anak perempuan diizinkan pergi ke sekolah atau tidak. Mereka akan memutuskan apakah mereka harus mengenakan jilbab, burqa, atau hanya kerudung plus abaya atau tidak. Itu terserah mereka,” kata Hashimi, Kamis (19/8).
Hashimi menekankan, 99,9 persen penduduk Afghanistan adalah Muslim dan mereka percaya pada Islam. "Ketika Anda percaya pada hukum, pasti Anda harus menerapkan hukum itu. Kami memiliki dewan, dewan ulama yang sangat terkemuka. Mereka akan memutuskan apa yang harus dilakukan,” ujarnya.
Pada Selasa (17/8) lalu, juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan perempuan Afghanistan akan diizinkan bekerja dan belajar. Mereka bakal diberi ruang untuk aktif dalam masyarakat tapi dalam kerangka Islam.
Anggota komisi budaya Taliban, Enamullah Samangani, juga sempat menyerukan perempuan di Afghanistan untuk bergabung dengan pemerintahan. “Imarah Islam tidak ingin perempuan menjadi korban. Mereka harus berada dalam struktur pemerintah menurut hukum syariat,” ujarnya.
Baca juga : Aneh, Ada Presiden yang Kabur Gondol Uang Kala Kabul Jatuh
Imarah Islam adalah nama yang digunakan Taliban untuk merujuk pada negara Afghanistan. Samangani mengungkapkan, struktur pemerintahan yang bakal diterapkan Taliban di Afghanistan belum sepenuhnya jelas. “Namun berdasarkan pengalaman, harus ada kepemimpinan yang sepenuhnya Islami dan semua pihak harus bergabung,” terangnya.
Taliban sepenuhnya menguasai Afghanistan pada Ahad (15/8). Hal itu terjadi setelah mereka menduduki ibu kota, yakni Kabul, dan istana kepresidenan. Ribuan warga Kabul berusaha melarikan diri setelah Taliban menguasai kota tersebut. Namun ada pula penduduk yang memilih bertahan.
Warga yang melarikan diri dari Kabul memiliki alasan sama, yaitu mereka enggan hidup di bawah kendali Taliban. Generasi yang lebih tua khususnya masih mengingat bagaimana Taliban menerapkan hukum syariat konservatif selama masa kekuasaannya pada 1996-2001.
Kala itu tak ada hak-hak sipil, termasuk untuk kaum perempuan. Sanksi seperti rajam, amputasi, dan eksekusi publik pun diterapkan oleh Taliban. Kekuasaan Taliban berakhir saat Amerika Serikat (AS) menginvasi negara tersebut pascaserangan teror terhadap gedung World Trade Center pada 11 September 2001.